Jumat, 18 Januari 2013

Plus dan Minus Kurikulum 2013



Sebagai sebuah program, Kurikulum 2013 yang akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru, tentu memiliki nilai  plus serta minus dan sesuatu yang baru meski masih rencana, biasanya menuai pro dan kontra.
Sikap pro dan kontra tersebut muncul karena pemerintah memberikan kesempatan kepada publik untuk menguji rancangan tersebut.

Jika kurikulum 2013 itu nanti disahkan, akan menjadi kurikulum ke-11 yang dipergunakan sekolah sejak Indonesia merdeka. Pemerintah bukan tanpa dasar membuat kebijakan baru itu. Pemerintah menilai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 yang berlaku sekarang sudah tidak layak lagi.

Konten kurikulum dianggap terlalu padat sehingga mata pelajaran sangat banyak dan materi yang diajarkan terlalu luas dan bahkan melampaui usia anak. KTSP juga dinilai tidak disusun berdasarkan kompetensi sehingga lulusan tidak mampu memenuhi tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.

Ketidakmampuan lulusan memenuhi tuntutan kerja itu sering dikeluhkan kalangan pengusaha. Bahkan, urusan soft skill seperti pendidikan karakter dinilai belum terakomodasi dalam KTSP. Padahal soft skill dan hard skill harus dibangun bersamaan. Intinya, KTSP yang hanya membangun otak atau kognitif anak belum menggambarkan domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kelemahan KTSP lainnya adalah tidak peka terhadap perubahan sosial di mana pun. Padahal, menurut Mendikbud Mohammad Nuh, kurikulum harus mampu mengikuti perkembangan zaman dan menjawab tantangan masa depan serta memperkuat kompetensi untuk menghadapi tantangan itu.

Bukannya menteri tidak menyadari adanya stigma di masyarakat "ganti menteri ganti kurikulum". "Tetapi kalau perubahan kurikulum itu dapat dipertanggungjawabkan sangat wajar, maka akan menjadi jawaban atas tantangan masa depan."

Ke depan, katanya, dibutuhkan kompetensi sumber daya manusia yang mampu berpikir global, cerdas, siap bekerja, namun memiliki kecerdasan hati, berkarakter mulia, dan nasionalisme. Kurikulum baru kelak akan mampu memenuhi kompetensi yang dibutuhkan itu. "Ada keseimbangan antara soft skill dan hard skill."

Dia menunjuk salah satu nilai plus dari kurikulum baru di mana proses belajar mengajar tidak hanya bertumpu pada guru, sebab siswa akan belajar berpikir kritis, melakukan observasi dan bisa mengambil kesimpulan. Jadi, yang dibangun bukan hanya kognitif, tapi masuk juga pada pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

"Perbedaan paling tajam dalam kurikulum 2013 dengan KTSP adalah mata pelajaran disusun setelah dikompetensi lulusan," kata Nuh. "Pada KTSP, kompetensi diturunkan dari mata pelajaran."

Pada KTSP, guru harus membuat silabus. Ini mempersulit dan menjadi beban guru, karena itu, pada kurikulum 2013 terjadi perubahan drastis. Khusus untuk SD, pendekatan yang dilakukan adalah pola tematik integratif dalam semua mata pelajaran di SD. Pada SMP hingga SMA/SMK tetap dengan menggunakan mata pelajaran.

Memang diakuinya, urusan tematik integratif menjadi persoalan. Ini karena materi IPA dan IPS rencananya tergabung dalam semua mata pelajaran. Jumlah jam belajar di SD juga dikurangi dari 10 menjadi enam mata pelajaran. Di SMP, dari 12 menjadi 10 mata pelajaran. Di SMA diberlakulan mata pelajaran wajib dan pilihan. Di SMK fokus pada perkuatan keahlian.

Tentang tematik integrative iru, pakar fisika Yohannes Surya berpendapat akan terjadi pendangkalan sains jika ada penggabungan. "Bagaimana belajar listrik dalam Bahasa Indonesia atau PPKn".

Meski demikian, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memuji Kurikulum 2013 yang isinya dinilai sudah memenuhi UU Sistem Pendidikan Nasional. Hanya saya dia mengingatkan perlunya mewaspadai dan mengawasi implementasinya.

Dukungan Masyarakat
Hasil uji publik kurikulum melalui online juga menunjukkan dukungan terhadap Kurikulum 2013. Tidak ada resistensi agar rancangan kurikulum dibatalkan dan bahkan memberi apresiasi. Umumnya para pemberi respons hanya merisaukan tentang teknis pelaksanaannya saja.

Berdasarkan data per 10 Desember 2012 saja, terdapat sekitar enam ribu pengunjung aktif situs uji publik Kurikulum 2013. "Ada 6.172 yang aktif dan 3.132 yang memberikan komentar.  Itu yang menarik . Orang kalau nggak tertarik ngapain ngasih komentar," kata Nuh.

Hal yang melegakan adalah, sebagian besar komentar yang masuk dari masyarakat bernada positif. Komentar-komentar tersebut akan dijadikan buku, sesuai sistematika, sehingga bisa menjadi dokumen. "Nanti ada bukti sejarah. Pertama kali kita mengembangkan kurikulum dengan uji public," ujarnya.

Saat melaporkan hasil uji publik, Mendibud juga membahas strategi implementasi kurikulum baru yang meliputi empat hal yaitu dokumen kurikulum, persiapan buku, persiapan guru, dan jadwal induk.

Namun, yang menjadi fokus pembicaraan tersebut adalah persiapan guru. Wapres Boediono meminta Mendikbud mematangkan konsep persiapan guru menghadapi perubahan kurikulum. "Wapres memberikan penekanan di situ," katanya.

Untuk jenjang SD, kurikulum baru ini nyaris merombak keseluruhan sistem pembelajaran. Dampak perombakan itu tentu menimbulkan pertanyaan, apakah Ujian Nasional (UN) akan tetap dapat dilakukan dengan sistem pembelajaran berbasis tematik integratif ini?

Menurut Anggota Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP), Teuku Ramli Zakaria,  ada kemungkinan UN ditiadakan pada tingkat SD. "Namun bisa jadi UN tetap berlanjut dengan pola dan cara yang berbeda dari yang selama ini dijalankan. Mungkin dengan kisi-kisi UN dari nasional tapi soal dibuat oleh sekolah."

Sementara untuk jenjang SMP dan SMA, UN tetap dijalankan seperti biasa, karena masih dianggap penting sebagai pertimbangan proses seleksi ke jenjang selanjutnya, ujarnya sambil menambahkan bahwa Kurikulum baru 2013 turut mengubah sistem pendidikan bagi para siswa SMA.

"Para pelajar SMA tidak lagi dibingungkan dengan adanya penjurusan eksakta, sosial, maupun bahasa. Anak-anak akan dibebaskan memilih pelajaran yang disukai," kata Nuh. "Alasannya, di lapangan untuk mencari kerja atau meneruskan pendidikan ke jenjang berikutnya tidak ada syarat berasal dari lulusan IPA, IPS, maupun bahasa."

Dia juga mengakui bahwa penjurusan kadang menimbulkan bentuk diskriminasi. "Ada stigma khusus untuk jurusan tertentu yang menimbulkan kemudahan atau hambatan bagi jurusan lain. Misalnya, anak lulusan IPA dianggap lebih pintar dan bisa masuk ke semua jurusan, sedangkan IPS dan Bahasa dianggap tidak mampu."

Dengan kurikulum baru ini, Nuh tidak khawatir ada mata pelajaran yang kosong karena pelajar bisa memilih sesuai yang diminati. "Banyak siswa yang ambil mata pelajaran x, tapi sedikit yang ambil mata pelajaran y, itu terserah," kata Nuh seraya menambahkan bahwa tetap ada mata pelajaran wajib yang harus diambil setiap pelajar SMA dan sederajat.

Metoda pengajaran pada kurikulum baru ini dibuat untuk merangsang keaktifan siswa, sehingga siswa bukan lagi menjadi objek tapi justru menjadi subjek dengan ikut mengembangkan tema yang ada.

Dengan adanya perubahan ini, tentunya berbagai standar baik isi, proses maupun kompetensi lulusan dalam komponen pendidikan akan berubah. Lalu, bagaimana dengan standar penilaian? Apa yang akan dinilai oleh para guru dengan sistem pengajaran yang berbeda ini?

Mengingat tujuannya untuk mendorong siswa aktif dalam tiap materi pembelajaran, maka salah satu komponen nilai siswa adalah jika si anak banyak bertanya. Maka seperti kata Mendikbud, penilaian terhadap siswa akan didasarkan pada keaktifan anak bertanya saat sedang belajar. Semoga penilaian ini memadai. Ditulis oleh Illa Kartila pada http://bali.antaranews.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar