Pemerintah sering melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas guru, antara lain
melalui pelatihan, seminar, dan lokakarya, bahkan melalui pendidikan formal
dengan menyekolahkan guru ketingkat yang lebih tinggi. Kendati pun dalam
pelaksanaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun upaya
tersebut paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang menunjukkan
sebagian besar guru memiliki ijazah perguruan tinggi. Latar belakang pendidikan
guru ini hendaknya berkolerasi positif dengan kualitas pendidikan, bersama
dengan faktor lain yang mempengaruhinya.
Dalam praktek pendidikan sehari-hari, masih banyak guru yang
melakukan kesalahan-kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya.
Kesalahan-kesalahan tersebut sering kali tidak sadari oleh para guru, bahkan
masih banyak diantaraya yang menganggap hal biasa. Padahal sekecil apapun
kesalahan yang dilakukan guru, khususnya dalam pembelajaran akan berdampak
negative terhadap perkembangan peserta didik. Sebagai manusia biasa, tentu saja
guru tidak akan terlepas dari kesalahan baik dalam melaksanakan tugas pokok
mengajar. Namun bukan berarti kesalahan guru harus dibiarkan dan tidak
diacarikan cara pemecahannya.
Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan
dirinya berbuat salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta
menghindari dari kesalahan-kesalahan. Menurut E. Mulyasa (2011:19) dari berbagai
hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat tujuh kesalahan yang sering
dilakukan guru dalam permbelajaran, yaitu ;
1.
Mengambil
Jalan Pintas Dalam Pembelajaran
Tugas
guru paling utama adalah mengajar, dalam pengertian menata lingkungan agar
terjadi kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukan bahwa
diatara para guru banyak yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik,
meskipun tidak dapat menunjukan alas an yang mendasari asumsi itu.
Asumsi
keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehinga
banyak guru yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
Agar
tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru hendaknya
memandang pembelajaran sebagai suatu system, yang jika salah satu komponennya
terganggu, maka akan menggangu seluruh system tersebut. Sebagai contoh, guru
harus selalu membuat dan melihat persiapan setiap mau melakukan kegiatan
pembelajaran., serta merevisi sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan
perkembangan zamannya.
Harus
selalu diingat mengajar tampa persiapan merupakan jalan pintas, dan tindakan
yang berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan mengancam
kenyamanan guru.
2. Menunggu Peserta Didik Berperilaku
Negative
Dalam pembelajaran di kelas, guru
berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya ingin diperhatikan.
Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang
positif , sebaliknya perhatian yang negative akan menghambat perkembangan
peserta didik. Mereka senang jika m;endapat pujian dari guru dan merasa kecewa
jika kurang diperhatikan .
Namun sayang kebanyakan guru
terperangkap dengan pemahaman yang keliru tentang mengajar, mereka menganggap
mengajar adalah menyampaikan maateri kepada peserta didik, mereka juga
menganggap mengajar adalah memberika pengetahuan kepada peserta didik. Tidak
sedikit guru yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik,
serta lupa memberikan pujian kepada mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat
masalah.
Biasanya guru baru memberikan
perhatian kepada peserta didik ketika rebut, tidur dikelas, tidak memperhatikan
pelajaran, sehingga menunggu peserta didik berperilaku buruk. Kondisi tersebut
sering kali mendapatkan tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka
beranggapan bahwa untuk mendapatkan perhatian dari guru harus berbuat salah,
burbuat gaduh, menganggu atau melakukan tindakan tidak disiplin lainnya.
Seringkali terjadi perkelahian pelajar hanya
karena mereka tidak mendapatkan perhatian, dan meluapkannya melalui
perkelahian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan peserta didik tidak
tahu bagaimana cara yang tepat untuk mendapatkan perhatian dari guru, orang
tua, dan masyarakat sekitarnya, tetapi mereka tahu cara menggangu teman,
membuat keributan, serta perkelahian, dan ini kemudian yang mereka gunakan
untuk mendapatkan perhatian.
Guru perlu belajar untuk menangkap
perilaku positif yang ditunjukan oleh para peserta didik, lalu segera memberi
hadiah atas prilaku tersebut dengan pujian dan perhatian. Kedengarannya hal ini
sederhana. tetapi memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk tetap mencari dan member
hadiah atas perilaku-perilaku positif peserta didik, baik secara kelompok
maupun individual.
Menghargai perilaku peserta didik
yang postif sungguh memmberikan hasil nyata. Sangat efektif jika pujian guru
langsung diarahkan kepada perilaku khusus dari pada hanya diekspresikan dengan
pernyataan positif yang sifatnya sangat umum. Sangat efektif guru berkata “termakasih kalian telah mengerjakan
pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh” daripada “kalian sangat baik hari ini”
Disisi lain, guru harus
memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik yang negatf, dan mengeliminasi
perilaku-perilaku tersebut agar tidak terulang kembali. Guru bisa mencontohkan
berbagai perilaku peserta negatif , misalnya melalui ceritera dan ilustrasi,
dan memberikan pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negative tersebut.
Sekali lagi “Jangan menunggu peserta didik berperilaku negative”.
3. Menggunakan Destructive Disclipline
Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif
yang dilakukan oleh para peserta didik, bahkan melampaui batas kewajaran karena
telah menjurus pada tindak melawan hokum, melanggar tata tertib, melanggar
norma agama, criminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan
masyarakat. Demikian halnya dengan pembelajaran, guru akan mengahadapi
situasi-situasi yang menuntut guru harus melakukan tindakan disiplin.
Seperti alat pendidikan lain, jika
guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat melakukan kesalahan
yang tidak perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta didik tanpa
melihat latar belakang kesalahan yang diperbuat, tidak jarang guru memberikan hukuman diluar batas
kewajaran pendidikan, dan banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta
didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan.
Dalam pada itu seringkali guru
memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik diluar kelas (PR),
namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta didik dan
mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan
peserta didik. Yang sering dialami peserta didik adalah guru sering memberikan
tugas , tetapi tidak pernah memberi umpan balik terhadap tugas-tugas yang
dikerjakan. Tindakan tersebut merupakan upaya pembelajaran dan penegakan
disiplin yang destruktrif, yang sangat merugikan perkembangan peserta didik.
Bahkan tidak jarang tindakan destructive disclipline yang dilakukan oleh
guru menimbulkan kesalahan yang sangat fatal yang tidak hanya mengancam perkembangan
peserta didik, tetapi juga mengancam keselamatan guru. Di Jawa Timur pernah ada
kasus seorang peserta didik mau membunuh gurunya dengan seutas tali raffia,
hanya gara-gara gurunya memberikan coretan-coretan merah pada hasil ulangannya.
Kesalahan-kesalaha seperti
yang diuraikan diatas dapat mengakibatkan penegakan disiplin menjadi kurang
efektif, dan merusak kepribadian dan harga diri peserta didik. Agar guru tidak
melakukan kesalahan-kesalahan dalam menegakkan disiplin ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan yaitu :
- Disiplinkan peserta didik ketika anda dalam keadaan tenang
- Gunakan disiplin secara tepat waktu dan tepat sasaran
- Hindari menghina dan mengejek peserta didik
- Pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat
- Gunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.
4. Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Kesalahan
berikutnya yang sering dilakukan guru
dalam pembelajaran adalah mengabaikan perbedaan individu peserta didik. Kita semua
mengetahui setiap peserta didik memiliki perbedaan yang sangat mendasar yang
perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang sangat
bervariasi, dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku yang tampak aneh. Pada
umumnya perilaku-perilaku tersebut cukup normal dan dapat ditangani dengan
menciptakan pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi karena guru disekolah
dihadapkan pada sejumlah peserta didik, guru seringkali sulit untuk membedakan
mana perilaku yang wajar atu normal dan mana perilaku yang indisiplin dan perlu
penanganan khusus.
Setiap peserta didik memiliki
perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian
yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang social ekonomi, dan
lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intlegensi,
dan kompetensinya. Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual
peserta didik, dan menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya,
dari ciri-ciri individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru
memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga harus memahami ciri-ciri peserta
didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.
Sehubungan dengan uraian diatas,
aspek-aspek peserta didik yang peru dipahami guru antara lain: kemampuan,
potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, ctatan
kesehatan, latar belakang sekolah dan kegiatannya disekolah. Informasi tersebut
dapat dieroleh dan dipelajari dari laporan atau catatan sekolah, informasi dai
peserta didik lain (teman dekat), observasi langsung dalam situasi kelas, dan
dalam berbagai kegiatan lain di luar kelas, serta informasi dari peserta didik
itu sendiri melalui wawancara, percakapan dan autobiografi.
5. Merasa Paling Pandai
Kesalahan lain yang sering dilakukan
guru dalam pembelajaran adalah merasa paling pandai dikelas. Kesalahan ini
berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik disekolahnya
relative lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik
tersebut lebih bodoh disbanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas
yang perlu di isi air ke dalamnya. Perasaan ini sangat menyesatkan , karena
dalam kondisi seperti sekarang ini peserta didik dapat belajar melalui internet
dan berbagai media massa, yang mungkin guru belum menikmatinya.
Hal ini terjadi terutama di
kota-kota besar, ketika peserta didik datang dari keluarga kaya yang dirumahnya
memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, serta berlangganan Koran dan
majalah yang mungkin lebih dari satu edisi, sedangkan guru belum memilikinya.
Denan demikian peserta didik yang belajar mungkin saja lebih pandai daripada
guru. Jika ini terjadi maka guru harus demokratis untuk bersedia belajar
kembali, bahkan belajar dari peserta didik sekalipun, atau saling
membelajarkan. Dalam hal ini guru harus
menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang senantiasa menyesuaikan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat.
Jika tidak, maka akan ketinggalan kereta, bahkan disebut guru ortodok.
6. Diskriminatif
Pembelajaran ynag baik dan efektif
adalah yang mampu memberi kemudahan belajar secara adil dan merata (tidak
diskriminatif), sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara
optimal. Keadilan dalam pembelajaran meupakan kewajiban guru dan hak peserta
didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil,
sehingga merugikan perkembangna peserta didik, dan ini merupakan kesalahan guru
yang sering dilakukan , terutama dalam penilaian. Penilaian merupakan upayakan
untuk mmebrikan penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan usaha yang
dilakukannya selama proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dalam memeberikan
penilaian harus dilakukan secara adil, dan benar-benar merupakan cermin dari
perilaku peserta didik. Namun demikian tidak sedikit guru yang menyalahgunakan
penilaian, misalnya sebagai ajang untuk balas dendam, atau ajang untuk
menyalurkan kasih saying diluar tanggung jawabnya sebagai seorang guru.
Lagu berikut ini mencerminkan guru
yang menyalahgunakan penilaian, lagu ini popular pada tahun 1970-an terutama di
kalangan siswa perempuan. Berikut syair lagunya:
Ketika aku masih sekolah
Ku punya guru sangatlah muda
Orangnya baik padaku
Apa sebabnya aku tak tahu
Kawan-kawanku tahu semua
Aku bukanlah anak yang pandai
Tapi mereka heran padaku
Nilai raportku baik selalu
Akhirnya kawan-kawanku tahu
Pak
guru itu cinta padaku
Jika dimati dengan teliti,
syair-syair lagu tersebut menunjukkan ketidakadilan guru dalam memberikan
penilaian, betapa seorang guru telah menyalahgunakan penilaian, hanya karena
perasaan “C.I.N.T.A nya kepada peserta didik tertentu. Hal ini dari dulu sampai
sekarang masih sering dilakukan oleh guru terutama guru muda.
Sebagai
seorang guru, tentu saja harus mampu menghidarkan hal-hal yang dapat merugikan perkembanan
peserta didik. Tidak ada yang melarang seorang guru “mencintai” peserta
didiknya, tetapi bagaimana menempatkan cintanya secara proporsional, dan jangan
mencampuradukkan antara urusan pribadi dengan urusan professional. Usaha yang
dapat dilakukan untuk menghindarinya adalah dengan cara menyimpan “perasaan”
sampai peserta didik yang dicintai
menyelesaikan program pendidikannya, tentu saja harus ikhlas dan jangan takut
diambil orang.
Memaksa hak peserta didik merupakan
kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akubat dari kebiasaan guru
berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan. Guru boleh saja
memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh penghasilan tambahan, itu sudah
menjadi haknya, tetapi tindakkan memaksa bahkan mewajibkan peserta didik untuk
membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan ditiru. Sebatas
menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa kasihan bagi orangtua yang tidak
mampu.
Kondisi semacam ini sering kali
membuat prustasi peserta didik, bahkan di Garut pernah pernah ada peserta didik
bunuh diri hanya karena dipaksa untuk membeli alat pelajaran tertentu oleh
gurunya. . Kerna peserta didik tersebut tidak memiliki uang atau tidak mampu
dia nekat bunuh diri. Ini contoh akibat fatal dari guru yang suka berbisnis
disekolah dengan memaksa peserta didiknya untuk membeli. Hindarilah, ingat
sebagai guru akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Di dunia gaji tidak
seberapa, jangan kotori keuntungan akhirat dengan menodai profesi. Niatkan
menjadi guru sebagai ibadah. Jadikan pekerjaan guru sebagai ladang amal yang
akan dipanen hasilnya kelak diakhirat. Percayalah, dan tanyakan pada hati
nurani. Jangan mengambik keuntungan sesaat, tetapi menyesatkan. Sadarlah wahai
guru, agar namamu selalu sejuk dalam sanubariku. Demikianlah penjelasan E.
Mulyasa mengenai 7 Kesalahan Yang Sering Dilakukan Guru Dalam Pembelajaran.
Sedangkan
menurut Dr. Wina Sanjaya ( 2005 : 70 )
menyebutkan ada 4 kekeliruan dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh
guru yaitu :
- Ketika mengajar, guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang diajarkannya sudah dipahami oleh siswa atau belum.
- Dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada siswa. Komunikasi bisa terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi siswa menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan kemampuan berpikir.
- Guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau mendengarkan penjelasannya.
- Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran dibandingkan dengan siswa. Siswa dianggap sebagai " tong kosong " yang harus diisi dengan sesuatu yang dianggapnya sangat penting.
Sumber :
Mulyasa, E.
2011.Menjadi
Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sanjaya,
Wina. 2007.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan.Jakarta:
Kencana, Prenada Media Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar