"SELAMAT DATANG DI BLOG 007INDIEN SEMOGA MENDAPATKAN SESUATU YANG BERMANFAAT DI BLOG INI"

Rabu, 28 Desember 2011

PENDIDIKAN


1.      Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata “ didik ”, lalu kata ini mendapat awalan pe- sehingga menjadi “pendidik” yang artinya pemelihara dan pemberi latihan. Selanjutnya pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan[1].
Dalam bahasa Inggris pendidikan disebut dengan istilah “education” berasal dari kata educate (mendidik ) artinya memberi peningkatan (to elict, give rise to) dan mengembangkan (to evalue, to develop). Dalam pengertian yang sempit education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan[2].
Pada dasarnya pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. [3]
Sekedar memperjelas pengertian pendidikan, berikut ini beberapa defenisi yang penulis kutip tentang pengertian pendidikan :
a.       Menurut  Carter, Education atau pendidikan berarti :
-          proses perkembangan pribadi
-          proses sosial
-          profesional courses  
-          seni untuk mmebuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang diwarisi /dikembangkan masa lampau oleh tiap  generasi
b.      Menurut buku “Higher Education for American Democrazy” dinyatakan sebagai berikut ;
“Educationis an institution of civilized society, but the purposese of education are not the same in all societies. An educational system in the aims and philosophy of the social order in which it functions”
“Pendidikan adalah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat yang beradab, tetapi tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Ssitem pendidikan suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip-prinsip (nilai-nilai), cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa)[4]
c.       Menurut Crow dan Crow pendidikan adalah proses pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan (insight)dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang. Dalam pendidikan terjadi interaksi antara kehendak, pikiran, perhatian,perasaan dan sebagainya pada diri anak didik.
d.      Menurut Cryns pendidikan adalah pertolongan yang diberikan oleh siapa yang bertanggung jawab atas pertumbuhan anak untuk membawanya ketingkat dewasa. Pendidikan berlangsung dalam suatu pergaulan antara pendidik dan anak didik
e.       Menurut langeveld mendidik adalah pemberian bimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang masih memerlukannya.Pendidikan berlangsung dalam suatu pergaulan antara pendidik dan anak didik[5].
f.       Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya[6].
Dari uraian tentang pengertian pendidikan diatas dapat kita kemukakan kesimpulan sebagai berikut :
-          Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani, dan jasmani.
-          Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga pendidikan ini meliputi : keluarga, sekolah dan masyarakat.
-          Pendidikan merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usah lembaga-lembaga tersebt dalam mencapaai tujuannya.
2.      Dasar dan Tujuan Pendidikan
Dasar pendidikan suatu masyarakat adalah pandangan hidup atau falsafat yang menjadi tempat berpijak seluruh perilaku masyarakat atau bangsa. Seluruh aspek kehidupan bangsa diilhami dan ada dalam ajaran-ajaran filsafat bangsanya. Dengan demikian, kehidupan sosial, politik ekonomi, pendidikan dan kebudayaan bahkan etika sosial yang terdapat dalam suatu masyarakatpun bersumber dari filsafat bangsa[7].
Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sisstem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks budaya, baik dalam mitos kepercayaan dan religi, filsafat, ideology dan sebagainya. Dalam menentukan tujuan pendidikan ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 dijelaskan tentang tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang  Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara  yang demokratis serta bertanggung jawab”[8]
Jadi pendidikan di Indonesia menempatkan nilai keimanan dan ketaqwaan sebagai nilai yang melandasi pendidikan di dalam mewujudkan kepribadian manusia Indonesia yang diinginkan melalui sistem pendidikan yang dijalankan. Adapun kualitas manusia Indonesia yang diharapkan melalui sitem pendidikan yang dijalankan adalah berakhlak mulia, sehat, cakaap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Nilai-nilai ini diharapkan terbentuk alam jiwa setiap orang Indonesia. Sedangkan secara komunal pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membangun watak peradaban bangsa yang bermartabat.
3.      Konsep-konsep pendidikan
·         Pendidikan ; kegiatan memperoleh dan menyampaikan pengetahuan, sehingga memungkinkan transmisi kebudayaan kita dari generasi yang satu kegenerasi yang berikutnya.
·         Pendidikan : proses dengan mana individu diajar bersikap setia dan taat dengan mana pikiran manusia ditera dan dibina.
·         Pendidikan : suatu proses pertambahan didalam mana individu diberi pertolongan untuk mengembangkan kekuatan, bakat, kemampuan dan minatnya.
·         Pendidikan : pembangunan kembali atau penyusunan kembali pengalaman, sehingga memperkaya arti perbendaharaan pengalaman yang dapat meningkat kemampuan dalam menentukanarah tujuan pengalaman selanjutnya.
·         Pendidikan ; proses dengan mana seseorang diberi kesempatan menyesuaikan diri terhadap aspek-aspek kehidupan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan modern untuk mempersiapkan agar berhasil dalam kehidupan orang dewasa.[9].
4.      Lembaga-lembaga Pendidikan
Bila kita teliti mulai dari masyarakat dan kebudayaan yang sederhana, maka lembaga-lemabaga pendidikan itu meliputi [10]:
a.       Lembaga Keluarga 
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subjek manusia (suami-istri). Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai generasi  penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua (sebagai pendidik) mengabdi kepada anak.
b.      Lembaga Sekolah
Ketika anak berusia 4-6 tahun, ia dipercayakan oleh keluarganya untuk dididik oleh lembaga pendidikan (sekolah) seperti Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Dasar.
Lembaga sekolah ini meneruskan pembinaan yang telah diletakkan dasar-dasarnya dalam lingkungan keluarga. Sekolah menerima tanggungjawab pendidikan berdasarkan kepercayaan keluarga.
c.       Lembaga Masyarakat
Mayarakat dapat diartikan sebagai satu bentuk tata-kehidupan sosial dengan tata nilai dan tata-budaya sendiri.  Dalam arti ini masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan , medan pendidikan yang majemuk (plural : suku, agama, kegiatan-kerja, tingkat pendidikan, tingkat sosial, ekonomi, dan sebagainya. Manusia berada dalam multikompleks antar hubungan dan antar –aksi didalam masyarakat itu.
Masyarakat dalam arti organisasi kehidupan bersama, secara makro ialah tata-pemerintahan . Masyarakat dalam makna ini ialah lembaga atau perwujudan subjek pengelola dan kepemimpinan bersama.
Dalam kedua makna inilah tiap pribadi manusia, sejak kanak-kanak hingga dewasa terlihat sebagai warga-masyarakat dan warga Negara mengabdi dan setia kepada masyarakatnya. Bahkan mereka dididik oleh dan untuk masyarakat bangsanya. Masyarakaat sebagai lembaga kehidupan inilah yang memberi sifat-sifat dasar suatu pendidikan nasional.

5.      Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan
Semua lembaga pendidikan memiliki tanggungjawab masing-masing adapun tanggungjawab tersebut adalh sebagai berikut:
a.       Tanggungjawab Keluarga
Dasar-dasar tanggungjawab keluarga terhadap pendidikan anak meliputi :
-      Dorongan atau motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggungjawab, dan mengabdikan hidupnya untuk sang anak.
-     Dorongan/motivasi kewajiban moaral, sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap ketrurunannya. Tanggungjawab moral meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai Ketuhanan  Yang Maha Esa.
-    Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya juga menjadi bagian dari  masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan kemanusian.
b.      Tanggungjaawab Sekolah
-   Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut Undang-undang yang berlaku.
-    Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan Negara.
-          Tanggungjawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengeloladan pelaksana pendidikan  yang menerima ketetapan ini sesuai dengan jabatannya.
c.       Tanggungjawab Masyarakat
-     Tanggung jawab kenegaraan dan kemaasyarakatan yang wujudnya berupa motivasi untuk melestarikan tegaknya kemerdekaan bangsa dan Negara. Tanggung jawab ini mencakup pembinaan kesadaran nasional, berideologi nasional dan berkonsultasi.
Tanggungjawab struktural kelembagaan yakni sebagai wujud tata-kelembagaan Negara dengan masing-masing aspek tanggung jawabnya. Dapat juga diartikan sebagai tanggung jawab yuridis-konstitusional


[1] Tim Penyusun Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa,  Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka) edisi II, hlm. 232
[2] Muhibbin Syah, M.Ed,  Psikologi Pendidikan dengan Pendidikan baru  (Bandung : Rosda Karya) 2004, hlm. 3
[3] Hermanto.2003.Siapkan SDM Menghadapi Era Global. Bogor.
[4] Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar  Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya : Usaha Nasional) 1988, hlm. 3
[5] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta : Bina Aksara) 1991, hlm.
[6] Drs wasty Soemato & Drs Hendyat Soetopo. 1982. Dasar & teori pendidikan dunia tantangan bagi para pemimpin pendidikan. Surabaya.Usaha Nasiona hal 8-9.
[7] Usiono. Pengantar Filsafat Pendidikan.( Jakarta: Hijri Pustaka Utama) 2009, hal. 84
[8] Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, hal. 3
[9] Tim Dosen FIP – IKIP MALANG.. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. (Surabaya: Usaha Nasional) 1980,  hal 79-92.
[10] Tim Dosen FIP–IKIP Malang, Op.cit. 14 -16

Kamis, 22 Desember 2011

Macam-Macam Metode Pendidikan



          Setelah kita telaah berbagai prinsip metode pendidikan yang tersebut pada tulisan sebelumnya,  dapat ditarik benang merahnya bahwa dari prinsip-prinsip itulah sebenarnya telah lahir berbagai macam metode pendidikan. Metode-metode tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan metode-metode modern yang diciptakan oleh para ahli pendidikan saat ini.
Macam-macam metode dapat dilihat dari dua sisi, yaitu metode dari sisi internal materi dan metode dari sisi eksternal materi.
a.    Metode Internal Materi
Yang dimaksudkan disini adalah cara penyampaian bahan materi pelajaran yang efektif agar cepat dipahami oleh peserta didik. Jadi titik tekan metode ini adalah pemahaman materi pendidikan yang meliputi teks ataupun non-teks. Di antara metode-metode tersebut adalah:
1.    Metode Induktif
Metode ini bertujuan untuk membimbing peserta didik untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi. Dalam melaksanakan metode ini pendidik hendaknya memulai dari bagian-bagian yang kecil untuk sampai pada undang-undang umum, pendidik memberi contoh detail yang kecil, kemudian mencoba memandingkan dan menentukan sifat-sifat kesamaan untuk mengambil kesimpulan dan membuat dasar umum yang berlaku terhadap bagian-bagian dan contoh-contoh yang sudah diberikan maupun yang belum diberikan.
2.    Metode Deduktif
Metode ini merupakan kebalikan dari metode induktif, dimana perpindahan menurut metode ini dari yang umum kepada yang khusus, jadi metode ini sangat cocok bila digunakan pada pengajaran sains, dan pelajaran yang mengandung perinsip-perinsip, hukum-hukum, dan fakta-fakta umum yang dibawahnya mengandung masalah-masalah cabang. Metode ini sebagai pelengkap dari metode induktif, maka sebaiknya seorang guru menggabungkan diantara dua metode tersebut.
Metode ini juga telah digunakan oleh para tokoh pendidikan Islam sebelumnya dalam perbincangan dan pembuktian kebenaran pikiran dan kepercayaan terhadap karya-karya mereka, terutama ketika mereka menghubungkan dengan ilmu logika.
3.    Metode Dialog (Diskusi)
Metode ini biasanya dikemas dalam tanya jawab, hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat memahami materi secara lebih mendalam. Metode ini terdapat dalam Al Qur`an surat Al Ankabut ayat 46: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: “Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri”.
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa diskusi atau dialog harus dilaksanakan dengan cara yang baik. Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut, sehingga timbullah etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan, saling menghargai pendapat orang lain, kedewasaan pikiran dan emosi, berpandangan luas dan sebagainya.[1]
b.    Metode Eksternal Materi
Pelaksanaan proses pendidikan tentunya tidak cukup hanya pada pemahaman materi saja, namun yang terpenting dan yang menjadi esensi dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah pendemonstrasian dan transformasi pada kehidupan riil. Maka hal ini yang kami sebut dengan sisi eksternal materi yang sangat urgen dalam pemilihan metode penyampaiannya.
Dibawah ini adalah metode yang perlu diperhatikan demi terwujudnya esensialitas pendidikan:
1.    Metode Teladan
Keteladanan merupakan bahan utama dalam pendidikan, karena mendidik bukan sebatas penyampaian materi saja, melainkan membangun karakter dalam setiap jiwa peserta didik, oleh karena itu pendidik mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap peserta didik mengenai tingkah laku dan perbuatannya yang dapat dibuat contoh dan di ikutinya.
2.    Metode Cerita
Metode cerita atau kisah dianggap efektif dan mempunyai daya tarik yang kuat sesuai dengan sifat alamiah manusia yang menyenangi cerita, oleh karena itu Islam mengeksplorasikan cerita menjadi salah-satu tehnik dalam pendidikan
3.    Metode Pembiasaan
Menjadikan pembiasaan sebagai sebuah metode pendidikan memang sangat tepat, dalam pembiasaan peserta didik tidak dituntut secara serta merta menguasai sebuah materi dan melaksanakannya, memang dalam pemahaman sangat gampang namun dalam pengamalan yang agak sulit untuk terealisasikan, maka dari itu dibutuhkan sebuah proses dalam mencapainya, yaitu, melalui pembisaan.
Disamping macam-macam metode diatas, metode pendidikan juga dapat digolongkan menjadi 3 macam dilihat dari sudut pandang kewajiban dan kegunaannya bagi pendidik, yaitu: pertama, metode yang umum (secara tradisional) dikuasai oleh semua pendidik; kedua metode yang secara khusus dipelajari oleh pendidik; dan yang ketiga, metode yang khusus digunakan untuk menilai pelaksanaan program pendidikan.[2]
Ø Metode yang Umum
Metode ini sudah dikenal dan dikuasai oleh semua pendidik melalui pengalaman dan sudah digunakan tanpa ada pendidikan atau diklat khusus. Metode ini mencakup latihan dan meniru, yaitu, melatih anak didik menguasai tujuan tertentu dengan disertai peniruan. Dalam metode ini pendidik sudah menguasi materi yang akan disampaikan pada peserta didik dan sudah dipraktekkan sendiri
Metode ini digunakan dalam pendidikan di keluarga, lingkungan tetangga, dan juga disekolah dalam rangka pembentukan kebiasaan, pola tingkah laku, keterampilan, sikap, dan keyakinan.
Ø Metode yang secara Khusus Dipelajari oleh Pendidik
Pendidik harus mempunyai kematangan dalam metode-metode. Dia harus menguasai ilmu pengajaran untuk menguasai metode-metode mengajar seperti ceramah, diskusi, bermain peran dan sebagainya.
Seorang pendidik tidak serta-merta bisa mentransformasikan materi pendidikan dengan baik tanpa menguasai metode-metode khusus, dan dia tidak akan bisa menguasai metode tersebut tanpa adanya spesialisasi sebuah disiplin ilmu, seperti wawancara, studi kasus, dan observasi yang harus dipelajari oleh calon konselor sebagai bimbingan dan konseling.
Ø Metode yang Khusus Digunakan untuk Menilai Pelaksanaan Program Pendidikan
Pada umumnya metode ini disebut dengan metode penelitian pendidikan, jadi metode ini digunakan dalam rangka pengembangan dan kemajauan pendidikan, antara lain dari metode ini adalah survei, eksperimen yang menggunakan alat ukur seperti tes, wawancara, observasi, dan sebagainya.[3]


Sumber : 
[1]  Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan Sisitem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset, 1997, hal. 54-57.
[2]  Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005, hal. 21-22.
[3]  Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dalam Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000,hal.42-45.


Prinsip-Prinsip dan Azas Umum Metode Pendidikan

A.  Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan
Adapun prinsip-prinsip metodelogis yang dijadikan landasan psikologis untuk memperlancar proses pendidikan yang sejalan dengan ajaran Islam adalah:
1.    Prinsip Memberikan Suasana Kegembiraan
Prinsip ini terdapat dalam Al Qur`an surat Al Baqarah ayat 25:
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya”.
Dalam ayat di atas, Allah senantiasa memberikan kabar gembira kepada setiap makhluknya yang beriman, semuanya dimaksudkan agar makhluknya dapat menjalani kehidupan dengan penuh semangat dan diisi dengan hal-hal kebaikan.
Begitu juga dalam dunia pendidikan, suasana gembira hendaknya selalu diciptakan. Hal ini dimaksudkan agar lebih membuat pendidik maupun peserta didik termotivasi untuk melakukan kegiatan rutinnya sehari-hari yaitu proses belajar-mengajar. Sehingga terlaksana apa yang menjadi tujuan dari proses pendidikan itu sendiri.
2.  Prinsip Memberikan Layanan dan Santunan dengan Lemah-lembut
Firman Allah dalam Al Qur`an surat Ali Imran ayat 159:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Sesuai dengan ayat diatas, hendaknya kita selalu berlaku santun dan lemah lembut terhadap orang-orang di sekitar kita, tidak terkecuali kita sebagai pendidik yang tentunya terhadap peserta didik. Karena hal itu pada akhirnya akan kembali kepada diri kita sendiri.
3.  Prinsip Kebermaknaan bagi Peserta Didik
Dalam proses belajar-mengajar, pendidik hendaknya memberikan materi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didiknya, semua itu bertujuan agar materi yang disampaikan lebih bermakna baginya. Sebagaimana Sabda rasulullah SAW:
“Berbicaralah kamu kepada manusia sesuai dengan kadar kemampuan akal mereka”.
4.  Prinsip Prasyarat
Untuk menarik minat peserta didik diperlukan mukaddimah (prasyarat) dalam langkah-langkah mengajar bahan pelajaran baru yang dapat memadukan perhatian dan minat mereka kearah bahan tersebut. Didalam firman-firman Allah banyak kita temukan metode Allah memberikan prasyarat kepada manusia , seperti kata-kata yang mengandung tanbih (minta perhatian) yang difirman kan pada awal surat, misalnya kata-kata: (QS. Al Baqarah :1) (Alif laam miim) dan sebagainya. (QS. Maryam: 1)( Kaaf Haa Yaa ‘Ain Shaad).

5.  Prinsip Komunikasi Terbuka
Pendidik hendaknya mendorong peserta didiknya untuk membuka diri terhadap segala hal atau bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka, sehingga mereka dapat menyerapnya menjadi bahan apersepsi dalam pikirannya. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur`an surat Al A`raf 179: “Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
Ayat diatas mengandung makna bahwa kita sebagai manusia pada umumnya, hendaknya selalu membuka hati dan pikiran, perasaan, pendengaran, dan penglihatan untuk menyerap pesan-pesan yang difirmankan Allah kepada kita. Sehingga pada akhirnya pesan-pesan yang telah kita serap akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya.

6.  Prinsip Pemberian Pengetahuan yang Baru
Peserta didik ditarik minat dan perhatiannya pada bahan-bahan pengetahuan yang baru bagi mereka. Hal ini dimaksudkan agar mereka tertarik kepada bahan pelajaran tersebut. Dalam ajaran Islam terdapat prinsip kebaharuan dalam belajar, baik tentang fenomena-fenomena alamiah maupun fenomena yang terdapat dalam diri mereka sendiri. Seperti firman Allah yang benar-benar dapat membangkitkan perhatian dan minat mereka untuk mempelajari hal-hal yang baru, dan hal ini termaktub dalam Al Qur`an surat Al Baqarah 164: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
7.  Prinsip Memberikan Model Perilaku yang Baik
Peserta didik dapat memperoleh contoh perilaku melaui pengamatan dan peniruan tepat guna dalam proses belajar-mengajar. Oleh karena itu pendidik diharapkan tidak hanya menguasai materi, tetapi juga mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan teladan yang baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah untuk menjadikan Rasulullah SAW sebagai utusannya sebagai suri teladan yang baik yang termaktub dalam Al Qur`an surat Al Ahzab ayat 12: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
8.  Prinsip Pengamalan secara Aktif
Mendorong peserta didik untuk mengamalkan semua pegetahuan yang telah diperoleh dalam proses belajar-mengajar, atau pengalaman dari keyakinan dan sikap yang mereka hayati dan pahami sehingga nilai-nilai yang telah ditransformasikan kedalam dirinya menghasilakan hal yang bermanfaat bagi diri dan masyarakat sekitarnya.
Firman Allah dalam Al Qur`an surat Ash Shaaf ayat 2-3: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Melalui ayat diatas Allah memerintahkan kepada kita hendaknya sebelum menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu, sebaiknya kita melakukannya terlebih dahulu, semua itu agar lebih bermakna untuk diri kita dan orang lain disekitarnya.
9.  Prinsip Kasih Sayang
Firman Allah dalam Al Qur`an surat Al Anbiyaa` ayat 107: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat bagi semesta alam.”
Sebagaimana kita ketahui bahwa Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW sebagai agama yang memberi rahmat bagi semesta alam (seperti termaktub dalam ayat diatas). Oleh karena itu kita hendaknya sebagai seorang muslim dapat mengamalkan hal tersebut dalam setiap urusan, agar kita dapat berbahagia di dunia maupun di akhirat. Sebagai salah satu contoh hendaknya kita dapat menciptakan susana kasih sayang dengan orang di sekitar kita, seperti dalam firman Allah dalam Al Qur`an surat An Nisaa` ayat 1: “ Dan (peliharalah) hubungan kasih sayang (silaturrahim)”.[1]

B.   Macam-Macam Metode Pendidikan
Setelah kita telaah berbagai prinsip metode pendidikan yang tersebut diatas, dapat ditarik benang merahnya bahwa dari prinsip-prinsip itulah sebenarnya telah lahir berbagai macam metode pendidikan. Metode-metode tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan metode-metode modern yang diciptakan oleh para ahli pendidikan saat ini.
Macam-macam metode dapat dilihat dari dua sisi, yaitu metode dari sisi internal materi dan metode dari sisi eksternal materi.
a.    Metode Internal Materi
Yang dimaksudkan disini adalah cara penyampaian bahan materi pelajaran yang efektif agar cepat dipahami oleh peserta didik. Jadi titik tekan metode ini adalah pemahaman materi pendidikan yang meliputi teks ataupun non-teks. Di antara metode-metode tersebut adalah:
1.    Metode Induktif
Metode ini bertujuan untuk membimbing peserta didik untuk mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan pengambilan kesimpulan atau induksi. Dalam melaksanakan metode ini pendidik hendaknya memulai dari bagian-bagian yang kecil untuk sampai pada undang-undang umum, pendidik memberi contoh detail yang kecil, kemudian mencoba memandingkan dan menentukan sifat-sifat kesamaan untuk mengambil kesimpulan dan membuat dasar umum yang berlaku terhadap bagian-bagian dan contoh-contoh yang sudah diberikan maupun yang belum diberikan.
2.    Metode Deduktif
Metode ini merupakan kebalikan dari metode induktif, dimana perpindahan menurut metode ini dari yang umum kepada yang khusus, jadi metode ini sangat cocok bila digunakan pada pengajaran sains, dan pelajaran yang mengandung perinsip-perinsip, hukum-hukum, dan fakta-fakta umum yang dibawahnya mengandung masalah-masalah cabang. Metode ini sebagai pelengkap dari metode induktif, maka sebaiknya seorang guru menggabungkan diantara dua metode tersebut.
Metode ini juga telah digunakan oleh para tokoh pendidikan Islam sebelumnya dalam perbincangan dan pembuktian kebenaran pikiran dan kepercayaan terhadap karya-karya mereka, terutama ketika mereka menghubungkan dengan ilmu logika.
3.    Metode Dialog (Diskusi)
Metode ini biasanya dikemas dalam tanya jawab, hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat memahami materi secara lebih mendalam. Metode ini terdapat dalam Al Qur`an surat Al Ankabut ayat 46: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka[1154], dan Katakanlah: “Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri”.
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa diskusi atau dialog harus dilaksanakan dengan cara yang baik. Cara yang baik ini perlu dirumuskan lebih lanjut, sehingga timbullah etika berdiskusi, misalnya tidak memonopoli pembicaraan, saling menghargai pendapat orang lain, kedewasaan pikiran dan emosi, berpandangan luas dan sebagainya.[2]
b.    Metode Eksternal Materi
Pelaksanaan proses pendidikan tentunya tidak cukup hanya pada pemahaman materi saja, namun yang terpenting dan yang menjadi esensi dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah pendemonstrasian dan transformasi pada kehidupan riil. Maka hal ini yang kami sebut dengan sisi eksternal materi yang sangat urgen dalam pemilihan metode penyampaiannya.
Dibawah ini adalah metode yang perlu diperhatikan demi terwujudnya esensialitas pendidikan:
1.    Metode Teladan
Keteladanan merupakan bahan utama dalam pendidikan, karena mendidik bukan sebatas penyampaian materi saja, melainkan membangun karakter dalam setiap jiwa peserta didik, oleh karena itu pendidik mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap peserta didik mengenai tingkah laku dan perbuatannya yang dapat dibuat contoh dan di ikutinya.
2.    Metode Cerita
Metode cerita atau kisah dianggap efektif dan mempunyai daya tarik yang kuat sesuai dengan sifat alamiah manusia yang menyenangi cerita, oleh karena itu Islam mengeksplorasikan cerita menjadi salah-satu tehnik dalam pendidikan
3.    Metode Pembiasaan
Menjadikan pembiasaan sebagai sebuah metode pendidikan memang sangat tepat, dalam pembiasaan peserta didik tidak dituntut secara serta merta menguasai sebuah materi dan melaksanakannya, memang dalam pemahaman sangat gampang namun dalam pengamalan yang agak sulit untuk terealisasikan, maka dari itu dibutuhkan sebuah proses dalam mencapainya, yaitu, melalui pembisaan.
Disamping macam-macam metode diatas, metode pendidikan juga dapat digolongkan menjadi 3 macam dilihat dari sudut pandang kewajiban dan kegunaannya bagi pendidik, yaitu: pertama, metode yang umum (secara tradisional) dikuasai oleh semua pendidik; kedua metode yang secara khusus dipelajari oleh pendidik; dan yang ketiga, metode yang khusus digunakan untuk menilai pelaksanaan program pendidikan.[3]
Ø Metode yang Umum
Metode ini sudah dikenal dan dikuasai oleh semua pendidik melalui pengalaman dan sudah digunakan tanpa ada pendidikan atau diklat khusus. Metode ini mencakup latihan dan meniru, yaitu, melatih anak didik menguasai tujuan tertentu dengan disertai peniruan. Dalam metode ini pendidik sudah menguasi materi yang akan disampaikan pada peserta didik dan sudah dipraktekkan sendiri
Metode ini digunakan dalam pendidikan di keluarga, lingkungan tetangga, dan juga disekolah dalam rangka pembentukan kebiasaan, pola tingkah laku, keterampilan, sikap, dan keyakinan.
Ø Metode yang secara Khusus Dipelajari oleh Pendidik
Pendidik harus mempunyai kematangan dalam metode-metode. Dia harus menguasai ilmu pengajaran untuk menguasai metode-metode mengajar seperti ceramah, diskusi, bermain peran dan sebagainya.
Seorang pendidik tidak serta-merta bisa mentransformasikan materi pendidikan dengan baik tanpa menguasai metode-metode khusus, dan dia tidak akan bisa menguasai metode tersebut tanpa adanya spesialisasi sebuah disiplin ilmu, seperti wawancara, studi kasus, dan observasi yang harus dipelajari oleh calon konselor sebagai bimbingan dan konseling.
Ø Metode yang Khusus Digunakan untuk Menilai Pelaksanaan Program Pendidikan
Pada umumnya metode ini disebut dengan metode penelitian pendidikan, jadi metode ini digunakan dalam rangka pengembangan dan kemajauan pendidikan, antara lain dari metode ini adalah survei, eksperimen yang menggunakan alat ukur seperti tes, wawancara, observasi, dan sebagainya.[4]

B. Asas-Asas Umum Metode Pendidikan
Sumber-sumber atau dasar-dasar umum dapat diklasifikasi sebagaiberikut:
1.  Dasar Agama
Kalau membahas dasar agama tentunya kita tahu bahwa yang dimaksud adalah Al Qur’an dan Al Hadits, begitu juga asas yang mendasari metode pendidikan dalam dunia Islam, disamping kedua rujukan tersebut dalam hal metode pendidikan Islam juga berdasarkan atas penelitian pengalaman-pengalaman orang-orang terdahulu yaitu dari para sahabat ataupun para pengikutnya dalam melaksanakan dakwah dan pendidikan sesuai dengan zaman mereka dan kebutuhan masyarakat setempat.

2.    Dasar Biologis
Dasar biologis yang berarti kematangan jasmani sangat mendorong dalam dunia pendidikan, jadi seorang pendidik harus mempertimbangkan secara seksama dan memperhatikan keadaan fisik peserta didik agar bisa kondusif dan konsentrasi dalam dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Pendidik harus memperhitungkan bahwa peserta didik mempunyai kebutuhan bio-fisik yang harus dipuaskan dan dipenuhi supaya tercapai penyesuaian jasmani yang sehat, seperti kebutuhan terhadap udara yang bersih, kebutuhan terhadap gerakan dan aktivitas, dan kebutuhan terhadap istirahat. Pendidik harus membantu peserta didik mendapatkan kematangan dalam jasmaninya, karena bagaimanapun kesehatan jasmani sangat mendukung terhadap aspek psikologis anak dalam menerima pelajaran dan pentransformasiannya.
Telah dibuktikan antara pertalian sisi jasmaniyah dan psikologis. “Latihan untuk menghafal sesuatu perlu kepada pemusatan yang berhubungan rapat dengan kematangan urat saraf. Juga telah diketahui bahwa kekuatan memusatkan perhatian dan jaraknya berpadan secara terbalik sesuai dengan lanjutnya umur dan sempurnanya kematangan.”
3.    Dasar psikologis
Dasar psikologis disini merupakan kekuatan jiwa seperti motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, bakat, dan kecakapan intelektual yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik, karena tingkah laku anak didik secara umum dan proses belajarnya seca khas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis dalam pembentukan sebuah karakter.
Menurut ahli Psikologi, tingkah laku manusia adalah satu akibat dan bertujuan dalam waktu yang sama. Maka dari itu seseorang memerlukan motivasi dan penggerak untuk melakukan suatu pekerjaan hingga berlanjut pada masa tertentu. Guru yang pintar akan menjadikan metode dan teknik mengajarnya sebagai stimulus bagi kegiatan anak didiknya,dan menjadi penggerak bagi motivasi-motivasi dan kekuatan-kekuatan pengajaran sehingga dapat menggali potensi yang ada dalam diri anaka dan mengaktualkannya.
Kebutuhan psikologis yang harus dipelihara oleh seorang pendidik adalah ketentraman, kecintaan, penghargaan, kebebasan, pembaharuan
4.    Dasar Sosial
Disamping dasar-dasar agama, biologis dan psikologis metode pendidikan perlu juga didasari pada aspek sosial, hendaknya seorang pendidik bisa menjaga persesuaian metode dengan nilai-nilai, tradisi yang berlaku ditengah-tengah masyarakat sesuai dengan tujuan, kebutuhan, dan harapannya. Seorang pendidik harus bisa menjaga perubahan sesuai dengan tuntutan yang berlaku dalam tatanan social dengan mengambil manfaat dari fasilitas dan peluang-peluang yang ada didalamnya dengan didasari atas metode pendidikan yang tepat.[5]




Sumber :
[1]  An Nahlawi, Abdurrahman.  Prinsi-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam. Diponegoro: Bandung, 1996, hal. 25-30
[2]  Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan Sisitem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset, 1997, hal. 54-57.
[3]  Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005, hal. 21-22.
[4]  Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dalam Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000,hal.42-45.