"SELAMAT DATANG DI BLOG 007INDIEN SEMOGA MENDAPATKAN SESUATU YANG BERMANFAAT DI BLOG INI"

Jumat, 27 Januari 2012

Permasalahan Utama Guru Indonesia

http://007indien.blogspot.com
Aprudin, S.Pd.I~Dalam dunia pendidikan, Keberadaan Peran dan Fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur Pendidikan Formal, Informal, maupun Nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap peningkatkan kualitas Pendidikan di Tanah Air, Guru tidak dapat terlepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan Eksistensi mereka.
Filosofi sosial budaya dalam Pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan Peran guru sedemikian rupa sehingga  peran guru  di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda  bahkan multi fungsi. Mereka dituntut tidak hanya sebagai Pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai Ilmu Pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai Penjaga Moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, Para Guru dianggap sebagai orang Kedua, setelah orang tua anak didik dalam Proses Pendidikan secara global.
Untuk itu guru harus memilki kualifikasi minimum, sertifikasi sesuai kewenangan mengajar yakni: menguasai bidang studi, memahami Peserta Didik, penguasaan Pembelajaran yang mendidik, memiliki Kompetensi Pedagogik, Kepribadian, Profesional, dan Sosial Sehat Jasmani dan Rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
Namun kenyataannya masih banyak Permasalahan guru yang segera diselesaikan. Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru Indonesia, yaitu: Pertama, Masalah Kualitas/ Mutu Guru, Kedua, Jumlah Guru yang dirasakan masih kurang, Ketiga, Masalah distribusi guru, dan Keempat Masalah Kesejahteraan guru.[1]
1.      Masalah Kualitas Guru
Kualitas guru Indonesia, saat ini di sinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 Juta guru SD saat ini, hanya 8,3 %nya yang berijazah sarjana. Realita semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas Anak didik yang dihasilkan.
Padahal dalam peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 tentang standar Nasioanal Pendidikan Pasal 29 menegaskan bahwa kualifikasi guru mulai jenjang PAUD-SLTA minimal DIV dan Sarjana S1.[2]
Belum lagi masalah, di mana seorang guru (khususnya SD) sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan Proses Belajar menjadi tidak maksimal.
2. Jumlah Guru Yang Masih Kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yang tersedia saat ini, dirasakan masih kurang profesional, sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering diisi lebih dari 50 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari Ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang dianggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin  kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
3. Masalah Distribusi Guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia Pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masih sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam satu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah Fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh dari yang diharapkan.
4. Masalah Kesejahteraan Guru
 Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru sangat memprihatinkan.Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi ini telah menjadikan para guru untuk mencari penghasilan tambahan, di luar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan di mana mereka mengajar. Peningkatan kesejahteraan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesionalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.


[1] http: // Warna dunia. Com/ Masalah guru Indonesia.Com
[2] PP No. 19 tahun 2005, Standar Nasional Pendidikan Pasal 29. 

PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE STAD

STAD (Student Team Achievement Division) dikembangkan oleh Robert E. Slavin dan kawan-kawannya di Universitas John Hopkin, yang merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif paling sederhana. Arends (1997: 119) menyatakan bahwa metode STAD adalah metode yang berdasarkan pada pembelajaran kooperatif, dimana siswa dibagi menjadi kelompok untuk bekerjasama dalam tim kelompoknya dalam melaksanakan tugas yang akan diberikan. Dalam metode STAD dibutuhkan hubungan kerja yang baik dan ketrampilan siswa dalam kelompoknya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Secara umum pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari 5 komponen utama, yaitu a) Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya. b) Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran, c) Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu, d) Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok, e) Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan pengghargaan:
Penjelasan secara singkat mengenai komponen pembelajaran tipe STAD adalah sebagai berikut:
1.      Presentasi Kelas
Materi pokok dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas. Presentasi kelas bisa dilakukan melalui pengajaran secara langsung atau pengajaran diskusi dengan guru, tetapi bisa juga presentasi menggunakan audio visual. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya karena dalam STAD hanya ditekankan pada hal-hal pokok saja. Kemudian siswa harus mendalaminya melalui pembelajaran dalam kelompok. Dengan demikian, siswa dituntut untuk bersunguh-sungguh dalam memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam presentasi kelas karena hal tersebut juga akan membantu mereka dalam mengerjakan kuis yang nantinya juga akan mempengaruhi skor dari tim mereka.
2.      Tim atau Kelompok
Tim atau kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda atau heterogen, baik dalam penguasaan materi, jenis kelamin, maupun suku.
Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai materi yang diberikan dan juga untuk mempersiapkan anggota tim dalam menghadapi kuis, sehingga semua anggota tim dapat mengerjakan dengan baik.
Sesudah guru mempresentasikan materi, anggota tim secara bersamasama mempelajari lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru. Dalam hal ini siswa mendiskusikan masalah atau kesulian yang ada, membandingkan jawaban dari masing-masing anggota tim, dan membetulkan kesalahan konsep dari anggota tim.
Tim merupakan hal penting yang harus ditonjolkan dalam STAD. Dalam setiap langkah, titik beratnya terletak pada ingatan anggota tim agar bisa bekerja yang terbaik demi timnya dan cara yang terbaik dalam tim adalah bekerjasama dengan baik.
3.       Kuis
Setelah satu atau dua kali pertemuan guru mempresentasikan materi di kelas dan setelah satu atau dua kali tim melakukan latihan dalam kelompoknya, siswa diberi kuis secara individu. Jadi setiap siswa bertanggung jawab secara individu dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan. Hasil selanjutnya diberi skor. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman materi setiap individu.
4.      Skor Perkembangan Individu
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan nilai pada setiap siswa jika mereka mengerjakan dengan baik. Masing-masing siswa diberi skor ”cukup” yangm berasal dari rata-rata siswa pada kuis yang sama. Setelah siswa mendapatkan nilai, maka siswa berhak mendapatkan urutan tingkatan nilai dari skor kuis dan berusaha untuk melampaui skor cukup.
Dibalik ide skor perkembangan individu adalah untuk menyampaikan tujuan presentasi masing-masing siswa yang dapat dicapai jika siswa bekerja lebih keras dan lebih baik daripada materi yang telah lampau. Keadaannya mungkin siswa mengalami peningkatan skor atau bahkan menurun.
Kemudian guru menghitung besarnya skor perkembangan yaitu dengan membandingkan skor tes materi yang lalu dengan yang baru. Untuk skor tes dengan skala 100 berlaku ketentuan sebagai berikut:
Tabel `1. Tabel Skor Perkembangan Individu
Skor Individu Skor
Perkembangan Individu
Turun lebih dari 10
5
Turun sampai dengan 10
10
Tetap atau naik sampai dengan 10
20
Naik lebih dari 10
30
Tetap di puncak atau maksimal
30

5.      Pengakuan / Penghargaan Tim
Tim akan mendapatkan penghargaan atau hadiah jika dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan. Skor tim siswa akan digunakan untuk menentukan tingkatan pemahaman siswa. Penghargaan yang akan diperoleh tim tersebut berdasarkan skor rata-rata tim dengan ketentuan sebagai berikut:
Tabel 2. Tabel Penghargaan Tim
Rata-rata Skor
Kelompok Penghargaan
15
Good Team (Tim Baik)
20
Great Team (Tim Hebat)
25
Super Team (Tim Istimewa)
Dalam pelaksaanya, metode pembelajaran kooperatif STAD mempunyai langkah-langkah sebagai berikut:
a.      Tahap Penyajian Materi Pelajaran
Pada tahap ini, bahan atau materi pelajaran kimia diperkenalkan melalui pengajaran secara langsung. Dalam penyajian ini, maka perlu ditekankan pada:
1)      Pendahuluan
Dalam pendahuluan guru menekankan pada apa yang akan dipelajari peserta didik (siswa) dan mengapa itu penting. Hal ini dilaksanakan untu memotivasi siswa dalam mempelajari konsep yang telah diajarkan.
2) Pengembangan
a.       Menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai
b.      Pembelejaran kooperatif menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan hafalan.
c.       Memberikan penjelasan mengapa jawaban pertanyaan tersebut benar atau salah.
d.      Beralih pada konsep yang lain jika siswa menguasai pakok masalahnya.
3) Praktek Terkendali
a.       Menyuruh siswa mengerjakan soal atau pertanyaan yang diberikan.
b.      Memanggil peserta didik secara random untuk menyelesaikan soal.
c.       Pemberian tugas kelas.
b.      Kegiatan Kelompok
Selama kegiatan kelompok masing-masing siswa bertugas mempelajari materi yang telah disajikan oleh guru dan membantu teman sekelompok untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Guru memberikan lembar kegiatan dan kemudian siswa mengerjakannya secara mandiri dan selanjutnya saling mencocokkan jawabannya dengan teman sekelompoknya. Apabila diantara teman sekelompok tersebut ada yang kurang memahami, maka anggota kelompok yang lain membantunya.
Guru menekankan bahwa lembar kegiatan untuk dipelajari bukan untuk diisi atau diserahkan pada guru. Apabila peserta didik mempunyai suatu permasalahan, sebaiknya ditanyakan terlebih dahulu pada anggota kelompoknya kemudian kalau tidak mampu baru ditanyakan pada gurunya.
c.       Kuis (individu)
Kuis dilaksanakan secara individu. Siswa tidak diijinkan meminta atau memberi bantuan kepada siswa lain dalam mengerjakan kuis. Hal ini untuk mengetahui pemahaman materi setiap individu dan selanjutnya akan diadakan perbaikan skor dimana pemberian skor didasarkan skor pretest dan posttest. (Slavin, 1995: 71-84)
Sumber :
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusamedia