a. Prinsip
Dasar Pembelajaran Konstruktivisme
Belajar merupakan
proses konstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental peserta
didik secar aktif, dan juga merupakan proses asimilasi dan menghubungkan bahan
yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang dimiliki seseorang sehingga
pengetahuannya mengenai objek tertentu menjadi lebih kokoh. Semua pelajar benar-benar mengkonstruksikan pengetahuan untuk dirinya
sendiri, dan bukan pengetahuan yang datang dari guru “diserap oleh murid. Ini
berarti bahwa setiap murid akan mempelajari sesuatu yang sedikit berbeda dengan
pelajaran yang diberikan (Muijs dan Reynolds, 2008:97).
Selanjutnya Muijs dan Reynolds
mengemukakan bahwa murid adalah konstruktor pengetahuan aktif yang
memiliki sejumlah konsekuensi yaitu :
1. Belajar selalu
merupakan sebuah proses aktif. Pelajar secara aktif mengkonstrusikan belajarnya
daru berbagai macam input yang diterimanya. Ini menyiratkan bahwa belajar harus
bersikap aktif agar dapat belajar secara efektif. belajar adalah tentang
membantu murid untuk mengkonstruksikan makna mereka sendiri, bukan tentang
“mendapatkan jawaban yang benar” karena dengan cara seperti ini murid dilatih
untuk mendapatkan jawaban yang benar tanpa benar-benar memahami konsepnya.
2. Anak-anak
belajar paling baik dengan menyelesaikan berbagai konflik kognitif (konflik
dengan berbagai ide dan prakonsepsi lain) melalui pengalaman, refleksi dan
metakognisi (Beyer, 1985)
3. Bagi
konstruktivis, belajar adalah pencarian makna. murid secara aktif berusaha
mengkonstruksikan makna. Dengan demikian, guru mestinya berusaha mengkonstruksi
berbagai kegiatan belajar di seputar ide-ide besar eksplorasi yang memungkinkan
murid untuk mengkonstruksi makna
4. Konstruksi
pengetahuan bukan sesuatu yang bersifat individual semata. Belajar juga
dikonstruksikan secara sosial, melalui interaksi dengan teman sebaya, guru, orang
tua, dan sebagainya. Dengan demikian yang terbaik adalah mengkonstruksikan
siatuasi belajar secara sosial, dengan mendorong kerja dan diskusi kelompok
5. Elemen lain
yang berakar pada fakta bahwa murid secara individual dan kolektif
mengkonstruksikan pengetahuan. Agar efektif guru harus memiliki pengetahuan
yang baik tentang perkembangan anak dan teori belajar, sehinggga mereka dapat
menilai secara akurat belajar seperti apa yang dapat terjadi
6. Di samping itu,
belajar selalu dikonseptualisasikan. Kita tidak mempelajari fakta-fakta secara
abstrak, tetapi sealalu dalam hubungannya dengan apa yang telah kita ketahui.
7. Belajar secara
betul-betul mendalam berarti mengkonstruksikan pengetahuan secara menyeluruh,
dengan mengeksplorasi dan menengok kembali materi yang kita pelajari dan bukan
dengan cepat pindah satu topik ke topik lain. Murid hanya dapat
mengkonstruksikan makna bila mereka dapat melihat keseluruhannya, bukan hanya
bagian-bagiannya
8. Mengajar adalah
tentang memberdayakan pelajar, dan memungkinkan pelajar untuk menemukakan dan
melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengelaman realistis. Ini akan
menghasilkan pembelajaran yang otentik/asli dan pemahaman yang lebih dalam
dibandingkan dengan memorisasi permukaan yang sering menjadi ciri
pendekatan-pendekatan mengajar lainnya (Von Glaserfelt, 1989). Ini juga membuat
kaum konstruktivis percaya bahwa lebih baik menggunakan bahan-bahan hands-on
daripada tekxbook
Suparno (1997)
mengidentifikasi 3 prinsip kontruktivis dalam belajar yakni sebagai berikut;
(1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial,
(2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pengajar kepada pebelajar, kecuali
dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk menalar, (3) pengajar sekedar membantu
pebelajar dengan menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi
pebelajar berlangsung secara efektif dan efisien.
Sedangkan Jacqueline Grennon Brooks dan Martin G.
Brooks dalam The case for constructivist classrooms. (1993) menawarkan
lima prinsip kunci konstruktivist teori belajar. Anda dapat menggunakan mereka
untuk membimbing/memandu pada kajian struktur kurikulum dan perencanaan
pelajaran. Menurutnya terdapat lima panduan prinsip konstruktivisme:
Prinsip 1: Permasalahan yang muncul
sebagai hal yang relevan dengan siswa
Dalam banyak contoh,
masalah style Anda mengajar mungkin akan menjadi relevan dengan selera untuk
para siswa, dan mereka akan mendekatinya, merasakan keterkaitannya kepada
kehidupan mereka.
Prinsip 2: Struktur belajar di
sekitar konsep-konsep utama
Mendorong
para siswa untuk membuat makna dari bagian-bagian yang menyeluruh/utuh ke dalam
bagian-bagian yang terpisah-pisah. Hindari mulai dengan bagian-bagian dahulu
untuk membangun kemudian sesuatu yang "menyeluruh/utuh."
Prinsip 3: Carikan dan hargai
poin-poin pandangan siswa sebagai jendela memberi alasan mereka.
Tantangan
gagasan dan pencarian elaborasi yang tepat ditangkap siswa, sering mengancam
banyak siswa. Maksudnya adalah bahwa sering para siswa di dalam kelas yang
secara tradisional mereka tidak bisa menduga serta menghubungkan apa yang guru
maksudkan untuk jawaban yang benar dan cepat, agar ia tidak berada di luar
topik dari diskusi kelas yang diadakan. Mereka harus betul-betul
"masuk" dan ”sibuk” ikut mengkaji tugas-tugas dalam belajar sebagai
konstruktivis lingkungan melalui petanyaan-peranyaan, sanggahan, ataupun
jawaban yang diajukan.
Para
siswa juga harus mempunyai suatu kesempatan untuk mengelaborasi merinci dan
menjelaskan. Kadang-kadang, perasaan anda terlibat dalam, atau apa yang siswa
pikirkan dan kemukakan mereka bukanlah hal yang penting. Hal ini adaah anggapan
yang keiru, karena itu jika siswa memulai dengan konsep yang tidak/kurang jelas
maka dapat dilacak dengan peranyaan-peranyaan seperti; “mengapa”?, dan
“bagaimana”?. Gunakan jawaban siswa itu untuk mengarah kepada adanya
evidesi-evidensi yang kuat sehingga dapa mengokohkan vaiditas jawaban siswa
tersebut. Sebab dalam belajar konstruktivisme pengetahuan menuntut tidak hanya
waktu untuk mencerminkan atau menguaraikan tetapi juga untuk waktu praktik
menjelaskan.
Dengan
demikian kedudukan dan peranan demonstarsi, siswa tidak hanya dituntut dalam
pengembangan fluency-nya saja melainkan terhindar dari situasi dan kondisi yang
dapat menimbulkan verbalisme.
Prinsip 4. Sesuaikan pembelajaran
dengan perkiraan menuju pengembangan siswa.
Memperkenalkan
topik kajian pengembangan dengan tepat atau sesuai, adalah suatu awal yang baik
untuk dapat dipahami pengembangan konsep berikutnya
Prinsip 5; Nilai hasil belajar
siswa dalam konteks pembelajaran.
Geser/ubah
peniaian itu harus benar-benar sedang menilai apa yang benar-benar sedang
terjadi saat penilaian itu. Berlangsung, dan jangan sekali-kai menilai itu
dalam kebiasaan skor yang diperoleh seseorang dari waktu ke waktu. Ekspresi
Anda bisa bervariasi, kadang-kadang optimis, periang, namun sesekali bisa
pesimis, sedih, maupun marah. Namun peru diingat marahnya seorang guru dalam
kerangka sedang mendidik, dalam konteks pembelajaran, bukan marah
mengekspresikan kekesalan. Begitu juga ketika Anda memberikan bantuan pada
seseorang atau beberapa siswa, bantuan Anda lakukan benar-benar dalam kerangka
mendidik, bukan sedang menyintai seseorang, atau agar mendapat simpatik dari
seorang siswi yang cantik.
Di
siniah perlunya authentic assessment yakni suatu penilaian yang betul-betul
menilai apa yang terjadi sesungguhnya secara alami, tidak diwarnai oleh
preseden penilaian sebelumnya, melainkan suatu assessment di suatu konteks yang
penuh arti ketika berhubungan dengan permasalahan dan perhatian asli yang
dihadapi oleh para siswa.
Kedua prinsip
di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam
proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya. Dalam kaitannya dengan ini, Funston (1996) lebih spesifik mengatakan
bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari
kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari
suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan
mempengaruhi proses belajar tersebut.
Berdasarkan uraian
diatas maka secara umum ada empat prinsip dasar konstruktivisme dalam
pembelajaran :
1) Pengetahuan terdiri atas konstruksi masa
silam, memberikan arti bahwa manusia mengkonstruksi pengetahuannya tentang
dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasi, mengorganisasi dan
menginterpretasikan pengalamnnya.
2) Pengkonstruksian pengetahuan terjadi
melalui proses asimilasi dan akomodasi. Manusia menggunakan asimilasi sebagai
suatu kerangka logis dalam menginterpretasikan informasi baru dan dengan
akomodasi dalam memecahkan kontradiksi-kontradiksi sebagai bagian dari proses
regulasi diri yang lebih luas.
3)
Belajar merupakan suatu proses organic
penemuan lebih dari proses mekanik yang akumulatif. Penganut konstruktivisme menganut
posisi bahw abelajar harus meperoleh pengalaman berhipotesis, memprediksi,
memanipulasi objek berimajinasi dan melakukan penemuan dalam upaya
mengembangkan struktur kognitif.
4) Mengacu pada mekanisme yang memungkinkan
terjadinya perkembangan struktur kognitif. Belajar bermakna, akan terjadi
melalui proses refleksi dan resolusi konflik.
Implikasi prinsip-prinsip belajar tersebut dalam
proses pembelajaran diantaranya bahwa mengajar bukanlah kegiatan memindahkan
pengetahuan dari pembelajar kepada pembelajar, melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan pembelajar membangun sendiri pengetahuannya sendiri, mengajar
berarti berpartisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat
makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Dasar
pemikiran seperti ini menjadikan teori konstruktivistik sebagai landasan
teori-teori belajar yang pernah ada, seperti teoru perubahan konsep, teori
belajar bermakna dan teori skema. Dari penjelasan ini tergambar bahwa
konstruktivisme merupakan teori yang berlandaskan pada pembelajaran siswa dalam
membentuk pengetahuannya sendiri dan guru sebagai mediator dan fasilitator yang
relevan.
Berdasarkan hal ini, terdapat beberapa prinsip yang
menjadi foundation dalam constructivistic learning :
1) Pengetahuan
dibangun oleh siswa secara aktif
2) Tekanan
proses belajar terletak pada siswa
3) Mengajar
adalah membantu siswa belajar
4) Penekanan
dalam prpses belajar lebih kepada proses bukan hasil akhir
5) Kurikulum
menekankan partisipasi siswa
6) Guru
adalah fasilitator.
Oleh karena itu, paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi
yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuam awal
tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Untuk
itu, guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam
belajar. guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah
yang sama dan sesuai dengan kemampuannya
b.
Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme
Karakteristik belajar dengan pendekatan konstruktivisme
menurut Slavin (1997) ada 4 yaitu :
- Proses Top-Down, yang berarti bahwa siswa mulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan. Sebagai contoh siswa dapat diminta untuk menuliskan suatu susunan kalimat, dan baru kemudian belajar tentang mengeja, tata bahasa, dan tanda baca.
- Pembelajaran kooperatif yaitu siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temanya.
- Generative learning (pembelajaran generatif) yaitu belajar itu ditemukan meskipun apabila kita menyampaikan sesuatu kepada siswa, mereka harus melakukan operasi mental dengan informasi itu untuk membuat informasi masuk kedalam pemahaman mereka.
- Pembelajaran dengan penemuan yaitu, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang mmungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Muijs, Daniel, dan Reynolds
David. (2008). Effective Teaching, Teori dan Praktek
(terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Slavin,
Robert E. 2000. Educational Psycology: Theory and Practice. USA:Allyn Bacon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar