Di dalam proses belajar dengan metode
experiental learning, pengajar berfungsi sebagai seorang fasilitator. Artinya
pengajar hanya memberikan arah (guide) tidak memberikan informasi secara
sepihak dan menjadi sumber pengetahuan tunggal. Setelah siswa melakukan suatu
aktivitas, selanjutnya siswa akan mengabstraksikan sendiri pengalamannya.
Seperti misalnya apa yang dirasakan oleh mereka dalam menyelenggarakan
pertunjukkan, permasalahan yang dihadapi, bagaimana cara menyelesaikan masalah,
apa yang dapat dipelajari untuk memperbaiki diri di masa depan. Jadi, pengajar
lebih menggali pengalaman peserta itu sendiri. Untuk itu kemampuan yang
diperlukan untuk menjadi fasilitator adalah mengobservasi perilaku siswa,
menghidupkan suasana aktif partisipatif, bersikap netral dan percaya atas
kemampuan siswa untuk memecahkan persoalannya sendiri.
Dengan demikian pembelajaran dengan
metode ini akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga peserta
didik lebih memahami manfaat ilmu yang dipelajarinya.
Model Experiential learning sebagai
pembelajaran dapat di lihat sebagai sebuah siklus yang terdiri dari dua
rangkaian yang berbeda, memiliki daya tangkap dalam pemahaman dan memiliki
tujuan yang berkelanjutan. Bagaimanapun, kesemua itu harus diintegrasikan
dengan urutan untuk mempelajari apa yang terjadi. Daya tangkap dalam memahami
sesuatu sangat dipengaruhi oleh pengamatan yang dialami lewat pengalaman,
sementara tujuan yang berkelanjutan berhubungan dengan perubahan dari
pengalaman. Komponen-komponen tersebut harus saling berhubungan untuk
memperoleh pengetahuan (baker, Jensen, Kolb, 2002). Dengan kata lain dapat
disingkat sebagai berikut “ pengamatan yang dilakukan sendirian tidak cukup
dijadikan pembelajaran, harus dilakukan secara terperinci dan perubahan yang
dilakukan sendiri tidak dapat mewakili yang dibutuhkan pembelajaran, untuk itu
diperlukan perubahan yang dibutuhkan dalam pembelajaran” (baker, Jensen, Kolb,
2002 p.56-67).
Model Experiential learning mencoba menjelaskan mengapa pembelajaran lewat pendekatan pengalaman belajar berbeda dan mampu mencapai tujuan. Hal ini dibuktikan oleh berkembangnya kecakapan yang cukup baik yang dimiliki oleh beberapa individu setelah dibandingkan dengan individu lain (Laschinger, 1990).
Model Experiential learning mencoba menjelaskan mengapa pembelajaran lewat pendekatan pengalaman belajar berbeda dan mampu mencapai tujuan. Hal ini dibuktikan oleh berkembangnya kecakapan yang cukup baik yang dimiliki oleh beberapa individu setelah dibandingkan dengan individu lain (Laschinger, 1990).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar