Penelitian Tindakan Kelas merupakan jenis penelitian yang masih relatif baru dalam dunia penelitian. Karena masih relatif baru, maka di sini penulis mencoba menuliskan tentang azas-azas Penelitian Tindakan Kelas. Ada sejumlah ahli yang mengemukakan azas-azas atau prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas secara berbeda yang seharusnya diperhatikan dan dipegang teguh dalam Penelitian Tindakan Kelas.
Suharsimi Arikunto
(2007) mengemukakan azas atau prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas, yaitu
sebagai berikut:
1.
Azas Kegiatan Nyata Dalam Situasi
Rutin
Penelitian
tindakan kelas hendaknya dilakukan tanpa mengubah situasi rutin sesuai dengan
aslinya. Jika penelitian tindakan kelas dilakukan dalam situasi lain, maka
hasilnya tidak dapat dijamin dapat diterapkan lagi dalam situasi aslinya. sebab
hasil penelitian yang tidak diperoleh dari situasi rutin akan menjadi tidak
wajar atau tidak alami. oleh karena itu penelitian tindakan kelas tidak perlu
diadakan dalam waktu khusus, tidak perlu mengubah jadwal pembelajaran yang sudah
ada, melainkan melebur dengan jadwal pembelajaran yang sudah ada sesuai dengan
jadwal yang telah ada. kelebihan dari cara demikian ini adalah ketika guru
melakukan penelitian tindakan kelas tidak menimbulkan kerepotan bagi kepala
sekolah, wakil kepala sekolah bagian kurikulum, wali kelas dan juga siswanya
sendiri karena tidak mengubah jadwal yang sudah ada.
berdasarkan
azas ini maka penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru harus yang terkait dengan profesi guru,
yaitu yang terkait langsung dengan proses pembelajaran.
2.
Azas Kesadaran Diri untuk
Memperbaiki Kinerja
Dasar
filosofi dari penelitian tindakan kelas adalah bahwa manusia itu pada dasarnya
tidak senang dengan sesuatu yang bersifat statis. sesuatu yang bersifat statis
itu akan cenderung membosankan sehingga manusia cenderung menginginkan sesuatu
yang lebih baik. Untuk mencapai sesuatu yang lebih baik ini tentunya perlu ada
upaya kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan dan sifatnya terus
meningkat. dalam konteks penelitian tindakan kelas hendaknya guru melakukan
bukan karena adanya permintaan apalagi paksaan dari pihak lain, misalnya kepala
sekolah, melainkan atas dasar kesadaran
yang timbul darti dalam diri sendiri.
Dengan kesadaran diri ini berarti guru dalam melakukan penelitian
tindakan kelas dilandasi oleh kesukarelaan, senang hati, pengharapan, dan
kesungguhan untuk mewujudkan proses dan hasil pembelajaran yang lebih baik
daripada yang selama ini dilakukan. Guru juga melakukan penelitian tindakan
kelas karena memiliki kesadaran mendalam bahwa ada kekurangan-kekurangan yang
ada pada dirinya, kinerjanya selama ini, dan didorong oleh keinginan yang kuat
untuk memperbaikinya.
3.
Azaz Analisis SWOT
SWOT
merupakan singkatan dari “Strength (S),
Weakness (W), Oppurtunity (O), Threat (T)”. Strength berarti kekuatan, Weakness berarti kelemahan, Oppurtunity berarti kesempatan atau
peluang, dan Threat berarti ancaman. Dalam
penelitian tindakan kelas, pihak yang dianalisis dengan menggunakan empat unsur
SWOT harus meliputi guru yang
melaksanakan tindakan dan siswa yang dikenakan tindakan. analisis ini digunakan
untuk menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas sesungguhnya dilakukan secara
serius sejak awal perencanaan, selama pelaksanaan, dan menganalisis serta pemaknaan terhadap hasil tindakan. Artinya
dalam serangkaian penelitian tindakan kelas itu, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada dari guru, siswa
dan proses pembelajaran selama ini harus dianalisis secara cermat. Kesempatan/peluang
serta ancaman merupakan analisis cermat terhadap factor-faktor yang diluar guru
dan siswa. Artinya, guru dalam merancang suatu tindakan harus mempertimbangkan unsur-unsur
yang dapat dimanfaatkan dan sebaliknya juga harus mempertimbangkan kemungkinan
ancaman atau bahaya yang dapat mengganggu proses penelitian.
4.
Azas Empiris dan Sistematis
Proses
pembelajaran yang sesungguhnya merupakan suatu sistem yang mengandung dan
melibatkan banyak unsur. Unsur-unsur yang terlibat dan membentuk suatu sistem pembelajaran
itu sebenarnya yang dimaksud dengan
empiri pembelajaran. Empiri itu artinya kondisi nyata pengalaman
keseharian dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas
harus menemu-kenali, memahami, mencermati dan menganalisis empiri pembelajaran
itu sebagai suatu sistem; tidak boleh terpisah-pisah ibarat serpihan-serpihan
pembelajaran. Jadi, agar penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru
dapat memperbaiki proses pembelajaran dan pada akhirnya memperoleh hasil
pembelajaran secara berkualitas, harus memperhatikan semua unsur-unsur yang saling terkait dalam suatu proses pembelajaran.
5.
Azas SMART dalam Perencanaan
SMART
ini merupakan singkatan dari “Spesific
(S), Managable (M), Acceptable dan
Achievable (A), Realistic (R), Time –Bound (T). Berikut ini penjelasan
masing-masing dalam kaitannya dengan penelitian tindakan kelas.
Specific, arti
katanya adalah khusus, tidak terlalu umum. Ini mengandung makna bahwa guru
sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas, dalam merencanakan tindakan
bersifat khusus dan tidak terlalu luas. Dengan
cara demikian, guru dalam nelakukan penelitian tindakan kelas tidak
terlalu repot, tidak terlalu kesulitan, siswapun bisa lebih terfokus, dan
akhirnya dapat membawa pada peningkatan hasil belajar secara maksimal.
Managable, arti katanya adalah mudah dikelola atau
mudah dilakukan. Ini mengandung makna
bahwa guru sebagai penliti dalam merencanakan penelitian tindakan kelas harus
memilih yang mudah dilakukan, tidak
menyulitkan diri sendiri, tidak berbelit-belit. Contohnya: tidak menyulitkan
dalam melakukan tindakan, tidak menyulitkan dalam melaksanakan observasi atau
pengumpulan datanya, dan tidak kesulitan dalam mengoreksi atau
menganalisis hasilnya.
Acceptable,
arti katanya dapat diterima oleh lingkungan, sedangkan Achievable arti katanya dapat dicapai atau dapat di jangkau. Hal ini mengandung makna bahwa guru sebagai
peneliti dalam melakukan penelitian tindakan kelas dapat diterima oleh siswa
sebagai subjek yang dikenai tindakan. Artinya siswa yang dikenai tindakan tidak
mengeluh karena adanya tindakan kelas yang dilakukan oleh guru serta tidak mengganggu lingkungan
sekolah. Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh guru dan diterima oleh siswa
yang dikenai tindakan juga dapat di jangkau atau dicapai oleh guru itu sendiri
maupun oleh siswa.
Realistic, arti
katanya adalah sesuai dengan kemampuan atau tidak di luar jangkauan. Ini mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti
dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas tidak terlalu muluk-muluk, tidak
terlalu rumit, tidak menyimpang dari kenyataan yang ada disekolah, dan
bermanfaat bagi peningkatan kualitas subjek yang dikenai tindakan. Artinya
dengan melaksanakan tindakan yang tidak terlalu
rumit, tetapi dapat memperbaiki kualitas proses pembelajaran dan
meningkatkan hasil belajar siswa.
Time-Bound, arti
katanya adalah terikat oleh waktu atau dibatasi oleh waktu. Ini mengandung
makna bahwa guru sebagai peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas
harus memiliki perencanaan waktu yang jelas. Batasan waktu ini sangat penting
agar guru dapat merencanakan tindakan yang tepat dan hasil bagi peningkatan
kualitas proses pembelajaran maupun
hasil belajar siswa bisa diperkirakan dengan jelas.
Sementara itu ahli lainnya yaitu Winter,
R (1989) dalam bukunya yang berjudul “Learning From Experience: Principles
and Practice in Action Research” menyatakan ada enam asas yang menuntut
pelaksanaan penelitian tindakan : (1) kritik refleksif, (2) kritik dialektis,
(3) sumber daya kolaboratif, (4) resiko, (5) struktur majemuk, dan (6) teori,
praktek, transformasi.
1. Kritik Refleksif
Refleksi merupakan proses berpikir
yang memerlukan kemampuan untuk berpikir bolak-balik antara induksi deduksi. Dalam
berpikir reflektif lebih menuntut kecerdasan dan kecakapan dalam menangkap
makna dan esensi dari sesuatu. hasil kerja refleksi yang bermutu biasanya
cenderung lebih dalam kebermaknaannya daripada kerja induksi atau deduksi. Oleh
karena itu menurut Muhammad Asrori (2008) azas kritik reflektif dalam penelitian
tindakan kelas adalah bahwa dalam melakukan penelitian tindakan kelas seorang
guru harus mampu mencermati, merenungkan dam menganalisis secara cerdas
terhadap tindakan yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga
ditemukam aspek-aspek yang masih perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan
kualitasnya pada tindakan berikutnya.
Pada dasarnya prosedur membuat
kritik refleksif memiliki tiga langkah : (a) mengumpulkan catatan-catatan yang
telah dibuat oleh peserta penelitian tindakan atau pihak berwenang, seperti
catatan lapangan, transkrip wawancara, pernyataan tertulis darai peserta, atau
dokumen resmi, (b) menjelaskan dasar refleksi catatan-catatan, sehingga (c)
pernyataan dapat ditransformasi menjadi pernyataan sederet alternatif yang
mungkin dapat disarankan, yang beberapa penafsiran tertentu tidak terpikir
sebelumnya.
Peneliti hendaknya tidak langsung
mempercayai sejumlah data yang diperoleh. Peneliti hendaknya berpikir: apakah
data benar-benar cocok dengan fakta? Apakah generalitas itu benar dengan
memperhatikan serentetan dugaan dan penilaian yang mendasari penafsiran. Hal
ini memungkinkan dibuatnya sejumlah pernyataan alternatif yang relevan (gayut)
dan penting. Kritik refleksif memungkinkan dikemukakannya sederet argumen dan
diskusi. Hal ini berbeda dengan penelitian tradisional yang menyatakan data
harus cocok dengan fakta-fakta dan data terpercaya.
2. Azas
Kritik Dialektis
Metode positivisme menyarankan kita
untuk mengamati gejala secara menyeluruh dan membatasi secara pasti agar dapat
mengidentifikasi sebab dan akibatnya. Pendekatan ini mengharuskan peneliti
melakukan kritik terhadap gejala yang ditelitinya. Hal ini memerlukan
pemeriksaan (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu kesatuan
meskipun ada pemisahan yang jelas, (b) struktur kontradiksi internal –dibalik
kesatuan yang jelas- yang memungkinkan adanya kecenderungan untuk berubah
meskipun ia stabil.
Kritik dialektis dapat dilakukan
dengan peneliti memusatkan pada salah satu atau tiga karakteristik dari
perangkat gejala tersebut, yaitu : (a) terpisah tetapi dalam konteks hubungan
yang perlu ada, (b) ika tetapi bhineka; peneliti peneliti perlu mencari keikaan
diantara perbedaan yang tampak jelas dan kontradiksi yang tersembunyi dibalik
keikaan yang tampak jelas, (c) cenderung berubah; peneliti menangkap isyarat
bahwa sesuatu berubah di masa datang.
3. Azas
Sumber Daya Kolaboratif
Apa peran saya sebagai peneliti?
Hubungan macam apa yang harus saya ciptakan dengan pimpinan sekolah, murid,
teman sejawat yang tertarik, dan semua sumber data? Bagaimana saya berusaha
agar obyektif? Pertanyaan tersebut merupakan cara kita untuk memahami asas ini.
Peneliti atau guru yang sedang
melaksanakan penelitian harus menyadari bahwa guru atau peneliti merupakan
bagian dari yang diteliti. Guru bukan hanya pengamat, tetapi terlibat langsung
dalam proses situasi tersebut. Proses kerja sama kolaborasi antara anggota
peneliti memungkinkan proses itu berlangsung. Kolaborasi dimaksudkan bahwa
untuk melengkapi ketuntasan pemahaman terhadap situasi penelitian. Maka
beberapa orang akan memberikan kelengkapan pemahaman yang lebih tuntas
dibandingkan dengan pemahaman yang hanya dilakukan oleh satu orang. Seorang
guru dapat memiliki pertimbangan dan pemahaman yang lebih baik. Jika ia
memperoleh pandangan dan pertimbangan dari teman atau kepala sekolah.
Kolaborasi dapat dilakukan secara
efektif, jika peneliti semenjak awal telah mengadakan berbagai kesepakatan
dengan berbagai pihak yang dapat membantu dalam proses penelitiannya. Berbagai
sudut pandang dari berbagai orang atau pengamat akan memberikan sudut pandang
yang lebih komprehensif. Penggunaan kolaborasi bukan berarti memadukan semua
sudut pandang untuk memperoleh kesepakatan melalui evaluasi. Ragam perbedaan
sudut pandang dan persepsi akan memperkaya sumber daya dan melalui sumber daya
itulah peneliti atau guru analisanya dapat bergerak bergeser keluar dari titik
awal pribadi yang terhindarkan menuju gagasan yang secara antar pribadi telah
dinegosiasikan. Dengan sudut pandang guru dapat dilengkapi termasuk sudut
pandang siswa.
Dengan upaya kolaboratif,
keobjektifan memiliki empat pengertian, yaitu : (a) proses kolaborasi berfungsi
sebagai tantangan terhadap objektivitas seseorang, (b) proses kolaboratif
melibatkan pemeriksaan hubungan antar data, (c) keluaran proses tersebut adalah
sederet analisis yang didasari hubungan yang melekat dan diperlukan baik logis
maupun empirik, (d) keluaran proses tersebut berupa usulan praktis yang
didasari pemikiran objektif.
4. Azas Resiko
Asas ini berarti bahwa pemrakarsa
penelitian harus berani mengambil resiko melalui proses penelitiannya. Salah
satu resikonya adalah melesetnya hipotesis, kemungkinan adanya tuntutan
melakukan transformasi, adalah (a) penafsiran sementara peneliti tentang
situasinya yang sekedar menjadi sumber daya bersama-sama dengan penafsiran
anggota lainnya, (b) keputusan peneliti yang terkait dengan persoalan yang
dihadapi, dengan demikian tentang apa yang gayut dan apa yang tidak, (c)
antisipasi peneliti terhadap urutan kejadian yang akan dilalui oleh penlitinya.
5.
Azas Struktur Majemuk
Laporan secara konvensional adalah
meringkas dan menyatukan, bersifat linear dan menyajikan kronologi peristiwa
atau urutan sebab akibat, disajikan dengan suara tunggal penulisnya yang
mengatur bukti mendukung kesimpulannya, sehingga laporannya tampak berwenang dan
meyakinkan pembaca. Struktur kesatuan ini adalah format yang cocok untuk
penelitian aliran positivis.
Berbeda dengan karakteristik laporan
penelitian konvensional, laporan Penelitian Tindakan Kelas memiliki struktur
majemuk. Hal ini berhubungan dengan sifat penelitian tindakan yang dialektis,
reflektif, mempertanyakan dan kolaboratif.
Struktur majemuk ini berhubungan
dengan gagasan bahwa gejala yang diteliti harus mencakup unsur pokok agar
menyeluruh. Misal; jika penelitian menyangkut murid, teman, interaksi
pembelajaran. Jadi kajian situasi harus mengandung data yang berhubungan dengan
semua itu, karena masing-masing hanya dapat ditafsirkan dalam konteks yang
diciptakan oleh unsur-unsur lain. Laporan majemuk ini dapat memenuhi dapat
memenuhi kebutuhan berbagai kelompok pembaca.
6. Azas
Teori, Praktek, Transformasi
Terpisahnya teori dan praktik dalam
penelitian konvensioanl dijembatani oleh penelitian tindakan dengan
meninggalkan konsepsi-konsepsi positivis tentang penelitian tindakan. Langkah
pertama menekankan bahwa teori dan praktik bukan dua dunia yang berbeda,
melainkan dua tahap yang berbeda yang saling bergantung dan mendukung proses
perubahan.
Jangan
lupa tinggalkan komentarnya ya….:-)
Sumber :
1. Suharsimi, Arikunto (2007), Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta : Bhumi Aksara
2. Winter, R. (1989). Learning front experience: Principles
and practice in action-research. New York: Falmer.
3. Mohommad Ashori (2008), Penelitian
Tindakan Kelas, Bandung : CV Wacana Prima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar