Biggs dan Collis (dalam Sumarmo
1993, h. 2) melakukan studi tentang struktur hasil belajar dengan tes
yang disusun dalam bentuk superitem. Biggs dan Collis dalam temuannya
mengemukakan bahwa pada tiap tahap atau level kognitif terdapat struktur
respon yang sama dan makin meningkat dari yang sederhana sampai yang abstrak.
Struktur tersebut dinamakan Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning
Outcome). Menurut Biggs dan Collis berdasarkan kualitas model respon anak,
tahap SOLO anak diklasifikasikan pada empat tahap atau level. Keempat
tahap tersebut adalah unistruktural, multistruktural, relasional, dan abstrak.
Studi tentang
tahap SOLO, juga dilakukan Sumarmo (1993). Temuan
dalam studi ini menguatkan keyakinan bahwa dalam pembelajaran
matematika, penjelasan konsep kepada siswa hendaknya tidak langsung pada konsep
atau proses yang kompleks, tetapi harus dimulai dari konsep dan proses yang
sederhana. Berdasarkan keyakinan tersebut, Sumarmo (1993) memberikan alternatif
pembelajaran yang dimulai dari yang sederhana meningkat pada yang lebih
kompleks. Pembelajaran tersebut menggunakan soal-soal bentuk superitem sebagai
tugas.
Pembelajaran menggunakan tugas
bentuk superitem adalah pembelajaran yang dimulai dari tugas yang sederhana
meningkat pada yang lebih kompleks dengan memperhatikan tahap SOLO siswa. Dalam
pembelajaran tersebut digunakan soal-soal bentuk superitem. Alternatif
pembelajaran yang direkomendasikan Sumarmo tersebut, dirancang agar dapat
membantu siswa dalam memahami hubungan antar konsep. Juga membantu dalam memacu
kematangan penalaran siswa. Hal itu dilakukan agar siswa dapat memecahkan
masalah matematika.
Sebuah superitem
terdiri dari sebuah stem yang diikuti beberapa
pertanyaan atau item yang semakin meningkat kekompleksannya. Biasanya setiap
superitem terdiri dari empat item pada masing-masing stem. Setiap item
menggambarkan dari empat level penalaran berdasarkan Taksonomi SOLO. Semua item
dapat dijawab dengan merujuk secara langsung pada informasi dalam stem
dan tidak dikerjakan dengan mengandalkan respon yang benar dari item
sebelumnya. Pada level 1 diperlukan penggunaan satu bagian informasi
dari stem. Level 2 diperlukan dua atau lebih bagian
informasi dari stem. Pada level 3 siswa harus mengintegrasikan
dua atau lebih bagian dari informasi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan stem, dan pada level 4 siswa telah
dapat mendefinisikan hipotesis yang diturunkan dari stem.
Karakteristik soal-soal
bentuk superitem yang memuat konsep dan proses yang makin tinggi tingkat
kognitifnya tersebut, memberi peluang kepada siswa dalam mengembangkan
pengetahuannya dan memahami hubungan antar konsep. Hal itu dikuatkan Lajoie
(1991) yang menyatakan bahwa superitem didisain untuk mendatangkan penalaran
matematis tentang konsep matematika. Di samping itu soal
bentuk superitem diharapkan lebih menantang dan mendorong keterlibatan siswa
dalam pembelajaran. Sebaliknya guru dapat melakukan kegiatan diagnostik selama
pembelajaran, sehingga perkembangan penalaran siswa dapat dimonitor lebih dini.
Kemampuan memahami hubungan
antar konsep, kematangan dalam bernalar dan keterlibatan secara aktif dalam
pembelajaran merupakan bagian yang diperlukan dalam memecahkan masalah. Dengan
demikian pembelajaran menggunakan tugas bentuk superitem dapat diharapkan
menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan meyelesaikan pemecahan masalah matematika.
Berikut ini tiga contoh butir
tes bentuk superitem dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Soal disusun
sedemikian rupa sehingga setiap butir tes memuat serangkaian informasi dan
kemudian diikuti oleh empat pertanyaan yang sesuai
dengan taksonomi SOLO.
Contoh pertama dari Collis,
Romberg dan Jurdak (dalam Sumarmo 1993) berikut,
Mesin di samping ini akan mengubah tiap bilangan yang masuk menjadi
tiga kali lipat ditambah 2. Jadi bila dimasukkan bilangan 4 akan
keluar bilangan 14.
Pertanyaan
:
a. Jika
keluar bilangan 14, bilangan berapa yang masuk?
b. Jika
dimasukkan bilangan 5, bilangan berapa yang akan keluar?
c. Jika
keluar bilangan 41, bilangan berapa yang masuk?
d. Jika x
adalah bilangan yang keluar dan y adalah bilangan yang masuk,
nyatakan y dalam x.
Superitem
yang kedua dikemukakan oleh Sumarmo (2002),
Perhatikan
gambar berikut:
Sebuah ruangan mempunyai satu sekat dengan dua buah pintu. Seorang siswa harus pergi menuju sasaran dengan melalui pintu.
Pertanyaan:- Berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
- Jika ada sekat kedua dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
- Jika ada empat sekat masing-masing dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
- ika ada n sekat masing-masing dengan dua pintu, berapa banyak cara ia sampai ke sasaran? Bagaimana caranya?
Soal
superitem ketiga, dicontohkan oleh Wilson dan Chavarria ( 1993),
STEM
Jika gambar dapat dilipat sehingga
menjadi dua bagian yang sama dan tepat dipisahkan suatu garis lipatan,
garis lipatan tersebut adalah garis simetri.
Gambar di atas mempunyai garis simetri yang lebih dari satu.
Pertanyaan :
a. Manakah gambar di bawah ini yang mempunyai garis simetri?
b. Gambarlah semua garis simetri pada persegi di bawah ini?
c. Manakah dari delapan huruf
kapital pertama dalam alphabet mempunyai tepat dua garis simetri?
d. John berkata, “Saya tahu
sebuah aturan untuk dapat memberitahukan, ketika sebuah gambar yang terdiri
dari empat sisi mempunyai garis simetri. Jika sebuah segitiga pada
masing-masing sisinya sama ukuran dan bentuknya, maka segitiga itu mempunyai
garis simetri”. Jelaskan mengapa anda setuju atau tidak setuju dengan pendapat
John!
Pada contoh soal ke-3 di atas,
item a menggunakan hanya satu bagian dari informasi yang didapat secara
langsung dari stem (definisi garis simetri). Pada item b, yang merupakan
representasi dari level 2, siswa memerlukan penggunaan definisi dari garis
simetri dan fakta gambar yang mempunyai lebih dari satu garis simetri.
Sementara itu pada item c, menggunakan bagian informasi yang sama dari item b,
tetapi memerlukan kemampuan siswa dalam mengintegrasikan informasi yang
menghasilkan diagram dan menggunakan definisi pada berbagai variasi dari kurva.
Siswa dapat menyelesaikan soal item d, jika siswa dapat berfikir kritis tentang
sebuah hipotesis yang diturunkan dari stem. Pada Taksonomi SOLO, item d ini
termasuk ke dalam level4.
Berdasarkan contoh superitem di
atas, dikandung maksud agar siswa memahami hubungan antar konsep secara
bertahap dari yang sederhana sampai meningkat kepada yang lebih kompleks.
Selain daripada itu guru melakukan kegiatan diagnostik terhadap respon siswa,
sehingga dapat dengan segera menentukan langkah-langkah yang diperlukan dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Kelebihan pembelajaran
matematika dengan menggunakan tugas bentuk superitem diantaranya, dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami persoalan matematika secara
bertahap sesuai kesiapannya; dan guru dapat memberikan bantuan yang tepat
kepada siswa berdasarkan respon dari siswa. Pada sisi lain pembelajaran ini
akan memberi kesulitan kepada guru dalam membuat atau menyusun butir-butir
soal bentuk superitem. Kemudian dimungkinkan terdapat respon siswa yang
beragam. Hal itu akan
menuntut kesiapan guru dalam mengantisipasinya.
Wilson dan Chavarria (1993)
memberikan pengalamannya dalam mengkonstruksi bentuk soal superitem yaitu,
- Mengkonstruksi sebuah superitem akan dimulai dengan menentukan terlebih dahulu prinsip umum apa yang akan menjadi fokus pada item level empat. Prinsip tersebut akan dibangun oleh tiga item sebelumnya. Setiap item akan membantu siswa dalam menggali situasi dari masalah.
- Stem akan menyajikan sebuah masalah yang relevan dan diperlukan siswa.
- Respon dari setiap item di dalam sebuah superitem tidak bergantung pada respon yang benar dari item sebelumnya.
Pengalaman kedua ahli tersebut,
tampaknya dapat membantu guru dalam menyusun butir soal bentuk superitem.
Untuk mengetahui pengertian, langkah-langkah , kelebihan dan kekurangan model pembelajaran superitem klik Model
Pembelajaran Superitem
DAFTAR PUSTAKA:
Lajoie,S (1991). A Framework for Authentic
Assessment in Mathematics. [Online].Tersedia: http://www.wcer.wisc.edu/ncisla/publications/newsletters/normse/vol1num.1pdf.
http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/17/tugas-matematika-bentuk-superitem/
http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/17/tugas-matematika-bentuk-superitem/
Sumarmo,U (1993). Profil Struktur Hasil Belajar
Matematika Siswa SMA Berdasarkan Taksonomi SOLO. Laporan Hasil
Penelitian FPMIPA IKIP Bandung
Sumarmo,U (2002). Alternatif Pembelajaran
Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi . Makalah pada
Seminar Matematika Tingkat Nasional. Bandung
Wilson dan Chavarria (1993). Superitem Test as a Classroom
Assessment Toll. Dalam Webb dan Coxford (ed). Assessment in the
Mathematics Classroom 1993 Yearbook. NCTM: Reston Virginia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar