A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) yang mengalami kecepatan dan percepatan luar biasa, memberi
tekanan pada perilaku manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
hidupnya. Di bidang pendidikan, hal ini memunculkan kesadaran baru untuk
merevitalisasi kinerja guru dan tenaga kependidikan dalam rangka menyiapkan
peserta didik dan generasi muda masa depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK,
serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Peserta didik dan generasi muda
sekarang merupakan manusia Indonesia masa depan yang hidup pada era global.
Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk mengkreasi model-model
dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif, menyenangkan, dan
transformasional bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan,
kekompetitifan, dan karakter bangsa. Negara-negara yang berhasil mengoptimasi
kecerdasan, menguasai IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya akan
menjadi pemenang. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang gagal mewujudkannya akan
menjadi pecundang.
Aneka perubahan era globalisasi,
agaknya menjadi ciri khas yang berjalan paling konsisten. Manusia modern
menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus perubahan.
Perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar
siap menghadapi tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi
diri dalam alur peradaban.
Pada era globalisasi, profesi
guru bermakna strategis, karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses
kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun karakter
bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis profesi guru diakui dalam
realitas sejarah pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan
formal tatkala tanggal 2 Desember 2004, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono
mencanangkan guru sebagai profesi. Satu tahun kemudian, lahir Undang-undang
(UU) No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal pengakuan
atas profesi guru dengan segala dimensinya.
Metamorfosis harapan untuk
melahirkan UU tentang Guru dan Dosen telah menempuh perjalanan panjang.
Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono
menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU
ini disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pascalahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, diikuti dengan beberapa produk hukum yang menjadi dasar
implementasi kebijakan, seperti tersaji pada Gambar 1.
Aneka produk hukum itu semua
bermuara pada pembinaan dan pengembangan profesi guru, sekaligus sebagai
pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Pada tahun 2012 dan
seterusnya pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara
simultan, yaitu mensinergikan dimensi analisis kebutuhan, penyediaan,
rekruitmen, seleksi, penempatan, redistribusi, evaluasi kinerja, pengembangan
keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, dan sebagainya. Untuk
tujuan itu, agaknya diperlukan produk hukum baru yang mengatur tentang
sinergitas pengelolaan guru untuk menciptakan keselarasan dimensi-dimensi dan
institusi yang terkait.
B. Empat Tahap Mewujudkan Guru
Profesional
Kesadaran untuk menghadirkan guru
dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya utama pencerdas
bangsa, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Di
Indonesia, khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur
untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional, yaitu: (1) penyediaan guru
berbasis perguruan tinggi, (2) induksi guru pemula berbasis sekolah, (3)
profesionalisasi guru berbasis prakarsa institusi, dan (4) profesionalisasi
guru berbasis individu atau menjadi guru madani.
Berkaitan dengan penyediaan guru,
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74
Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa penyediaan guru menjadi
kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang dalam buku ini disebut
sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum
ini, lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi
yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan
ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki
kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik.
Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara sebagai
guru profesional. UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun PP No. 74
tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi
S1/D-IV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai
guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan
profesi. Dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan
oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi.
Khusus untuk pendidikan profesi
guru, beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama,
calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua,
sertifikat pendidik bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, sertifikasi
pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.
Keempat, jumlah peserta didik program
pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program
pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji
kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan ujian kinerja sesuai
dengan standar kompetensi.
Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan
secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan
kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau
silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok
mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; dan (3) konsep-konsep disiplin
keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi
pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya. Kedelapan,
ujian kinerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan
pendidikan yang relevan.
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan
PP No. 74 Tahun 2008 mengisyaratkan bahwa ke depan hanya seseorang yang
berkualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1 atau D-IV dan memiliki sertifikat
pendidiklah yang “legal” direkruit sebagai guru. Jika regulasi ini dipatuhi secara
taat asas, harapannya tidak ada alasan calon guru yang direkruit untuk bertugas
pada sekolah-sekolah di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian,
ternyata setelah mereka direkruit untuk menjadi guru, yang dalam skema
kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon pegawai negeri
sipil (PNS) guru, mereka belum bisa langsung bertugas penuh ketika menginjakkan
kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki
fase prakondisi yang disebut dengan induksi.
Ketika menjalani program induksi,
diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk
kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas
profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada
sekolah-sekolah yang nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas
guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu.
Jadi, sunggupun guru yang direkruit telah memiliki kualifikasi minimum dan
sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah
memiliki kewenangan penuh, masih diperluan program induksi untuk memposisikan
mereka menjadi guru yang benar-benar profesional.
Pada banyak literatur akademik,
program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang
dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan
masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia
petama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga
benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas pendidikan dan pembelajaran
secara mandiri.
Kebijakan ini memperoleh
legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di
banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika
menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan
hanya berkaitan dengan materi apa yang akan diajarkan dan bagaimana
mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat
ikut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru, baik di
dalam maupun di luar kelas. Di sinilah esensi progam induksi yang tidak dibahas
secara detail di dalam buku ini.
Ketika guru selesai menjalani
proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas
profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan
profesinya tidak berhenti di situ. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar
guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan
pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa
institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding,
dan lain-lain adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum
guru pemula masih memiliki keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu,
akses, dan sebagainya.
C. Alur Pengembangan Profesi dan
Karir
Saat ini, pengakuan guru sebagai
profesi dan tenaga profesional makin nyata. Pengakuan atas kedudukan guru
sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai
agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Aktualitas tugas
dan fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3)
memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan
bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6)
memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7)
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang profesi guru
telah mengalami perluasan perspektif dan pemaknaannya. Dalam Peraturan
Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup:
(1) guru -- baik guru kelas, guru bidang studi/mata pelajaran, maupun guru
bimbingan dan konseling atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai
kepala sekolah; dan (3) guru dalam jabatan pengawas, seperti tertuang pada
Gambar 1.2. Dengan demikian, diharapkan terjadi sinergi di dalam pengembangan
profesi dan karir profesi guru di masa depan.
Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan, kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin.
Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan, kesejahteraan, perlindungan, dan pemartabatan, dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin.
Selama menjalankan tugas-tugas
profesional, guru dituntut melakukan profesionalisasi atau proses penumbuhan
dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar guru
tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan
kurikulum serta kemajuan IPTEK. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan
profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi, seperti
pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lain.
Prakarsa ini menjadi penting, karena secara umum guru masih memiliki
keterbatasan, baik finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 74
Tahun 2008 membedakan antara pembinaan dan pengembangan kompetensi guru yang
belum dan yang sudah berkualifikasi S-1 atau D-IV. Pengembangan dan peningkatan
kualifikasi akademik bagi guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-IV
dilakukan melalui pendidikan tinggi program S-1 atau program D-IV pada
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan
dan/atau program pendidikan nonkependidikan yang terakreditasi.
Pengembangan dan peningkatan
kompetensi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik dilakukan dalam
rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dan/atau olah raga. Pengembangan
dan peningkatan kompetensi dimaksud dilakukan melalui sistem pembinaan dan
pengembangan keprofesian guru berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan
angka kredit jabatan fungsional.
Pembinaan dan pengembangan
keprofesian guru meliputi pembinaan kompetensi-kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Sementara itu, pembinaan dan pengembangan
karier meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Upaya pembinaan dan
pengembangan karir guru ini harus sejalan dengan jenjang jabatan fungsional
mereka. Pola pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru tersebut,
sebagaimana disajikan pada Gambar 3., diharapkan dapat menjadi acuan bagi
institusi terkait dalam melaksanakan pembinaan profesi dan karir guru.
Pengembangan profesi dan karir
diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka
pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas.
Inisiatif meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan
upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan
terhadap guru.
Seperti telah dijelaskan di atas,
PP No. 74 Tahun 2005 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat dua alur
pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan
profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan
profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud
dilakukan melalui jabatan fungsional.
Semua guru memiliki hak yang sama
untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi. Program ini
berfokus pada empat kompetensi di atas. Namun demikian, kebutuhan guru akan
program pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud
dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tengtang konteks
pembelajaran, penguatan penguasaan materi, pengembangan metode mengajar,
inovasi pembelajaran, dan pengalaman tentang teori-teori terkini.
Kegiatan pembinaan dan
pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah, lembaga
pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan
pendidikan. Di tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru
pembina, guru inti, koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang ditunjuk dari
guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis kebutuhan, perumusan
tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan layanan, serta evaluasi
program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau
memodifikasi/mengadopsi program sejenis.
Pembinan dan pengembangan karir
guru terdiri dari tiga ranah, yaitu penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak guru.
Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah
peningkatan karir. Kenaikan pengkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama,
kenaikan pangkat dengan sistem pengumpulan angka kredit. Kedua, kenaikan
pangkat karena prestasi kerja atau dedikasi yang luar biasa.
D. Kebijakan Pembinaan dan
Pengembangan
Untuk menjadi guru profesional,
perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kenijakan pembinaan dan pengmbangan
profesi guru harus dilakukan secara kontinyu, dengan serial kegiatan tertentu.
Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan,
pengembangan profesi dan karir (lihat Gambar 1.4), hingga menjadi guru
profesional sejati, yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerus.
Merujuk pada alur berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang
di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai
kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.
Pengembangan keprofesian guru
adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Untuk
mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja dan uji
kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan
kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan
kompetensi guru. Dengan demikian, hasil penilaian kinerja dan uji kompetensi
menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi guru.
Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya
Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya, termasuk potensi pengembangannya
Disamping keharusan menjalani
penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat kompetensinya melalui
uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang
kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil
uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu,
sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi
adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat
dari standar kompetensi yang diujikan. Dengan demikian, kegiatan peningkatan
kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat. Penilaian
kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru.
Kebijakan pembinaan dan
pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktifitasnya perlu disertai
dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejateraan, dan pemartabatan
guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru,
memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan,
rekruitmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi,
peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan
perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan,
pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru di daerah khusus.
E. Kebijakan Pemerataan Guru
Hingga kini masih muncul
kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan
antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan antarprovinsi. Hal tersebut
menunjukkan betapa rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan
pemerataan guru di negeri tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencari
solusi terbaik untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan dan pemerataan guru
tersebut dengan menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu Mendiknas,
Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan
Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011
dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan bersama ini antara
lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antarkabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi
dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara
nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil
dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota, dan provinsi
lain.
1. Kebijakan dan Pemerataan Guru
Dalam Peraturan bersama
Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan
Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif
tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a. Kebijakan
standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan
oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional
mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan
guru PNS pada provinsi yang berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan
Kepegawaian Negara (BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah
dan kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri
Agama.
b. Menteri Agama
berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya.
c. Menteri Dalam
Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri
Pendidikan Nasional serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini
sebagai bagian penilaian kinerja pemerintah daerah.
d. Menteri Keuangan
berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan
pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari
kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang
pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
e. Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mendukung penataan dan pemerataan guru
PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan melalui
penetapan formasi guru PNS.
f. Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
2. Kewenangan
Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota
a. Dalam pelaksanaan
kegiatan penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggung jawab dan wajib
melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru
PNS.
b. Bupati/walikota
bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS
antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan
dan kekurangan guru PNS.
c. Gubernur
mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
d. Bupati/Walikota
mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
e. Gubernur
mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan
kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu
wilayah provinsi.
f. Penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis
pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan
kebijakan standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional.
g. Analisis kebutuhan disusun
dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri Pendidikan Nasional
dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan diteruskan ke
Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
Dalam kerangka pemerataan guru,
diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi merupakan bagian
integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan guru,
khususnya guru PNS. Oleh karena itu secara bersama-sama Menteri Pendidikan
Nasional, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri
Keuangan wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan
guru sesuai dengan kewenangan masing-masing.Sedangkan pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur
sesuai dengan masing-masing wilayahnya.
Termasuk dalam kerangka ini,
diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma umum pembinaan dan
pengawasan disajikan berikut ini.
- Secara Umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.
- Secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
- Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di lingkungan Kementerian Agama.
- Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah kabupaten/kota.
Dari mana pendanaannya? Pendanaan
penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang,
antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan
pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis
pendidikan antarkabupaten/kota dalam satu provinsi pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada APBD provinsi.
Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan,
antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau
antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota.
Pelaksanaan pelaporan penataan
dan pemerataan guru disajikan berikut ini.
- Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. Kemudian Gubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Maret tahun berjalan.
- Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian Gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
- Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan.
- Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari Kementerian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat bulan Juli tahun berjalan.
- Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.
Sanksi bagi pihak-pihak yang
tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian terkait sesuai dengan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya.
- Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tulisan ini bersumber dari bahan
ajar: “Kebijakan Pengembangan Profesi Guru” Materi PLPG Tahun 2012, disusun oleh Badan PSDMPK-PMP Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Untuk mendapatkan Dokumen aslinya klik link Download Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru
(PLPG) (KPPG) di bawah ini:
KISAH CERITA SUKSES SAYA JADI PNS
BalasHapusAssalamu Alaikum wr-wb, mohon maaf sebelum'nya saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS, saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi Pemerintan Manapun, saya sudah 7 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 2 kali mengikuti ujian, namun hasil'nya Nol bahkan saya sempat putus asah setelah dapat hasil ujian hasil'nya nol,singkat cerita pada suatu hari tempat saya honor mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-2174-0123 dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, 2 bulan kemudian saya sudah ada panggilan untuk pengambilan SK saya, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar, dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, muda mudahan anggota honor yang lain bisa seperti saya amin....amin, dan sekali lagi terima kasih kpd Bpk DR. HERMAN. M.SI direktur aparatur sipil negara di bkn pusat semoga sukses selalu pak herman dan di beri umur panjang. Wassalam.......