A.
Pengertian Metode, Pendekatan,
Strategi, dan Model
Apa
perbedaan antara metode, pendekatan, strategi, dan model pembelajaran?
Selama
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Anda diminta untuk menentukan metode yang akan digunakan. Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang sistematis untuk menyampaikan
informasi (Gerlach dan Elly, 80:14). Metode dapat juga diartikan sebagai cara
yang telah terpola tetap untuk memperoleh pengetahuan. Karenanya, suatu metode bersifat
prosedural, teknis, dan implementatif. Beberapa metode yang dapat digunakan
selama proses pembelajaran di antaranya adalah metode: ceramah, tanya jawab,
diskusi, demonstrasi, eksperimen, laboratorium, penemuan (discovery atau
inquiry), investigasi, eksplorasi, pemecahan masalah, permainan,
matematika di luar kelas, pemberian tugas (drill atau latihan), bermain peran,
dan pembelajaran kooperatif.
Seorang pemain catur harus memperhitungkan setiap
posisi buah catur miliknya dan milik lawannya, terutama yang berkait dengan
kelemahan dan keunggulan setiap buah catur tersebut. Berdasar hasil analisis
itulah, sang pemain dapat menentukan strategi yang dapat digunakan untuk
memenangkan pertarungan dimaksud, yang berupa rancangan atau rencana
tindakannya. Oleh karena itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Depdiknas,
2002) menyatakan bahwa strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran khusus. Dengan demikian, strategi pembelajaran dapat
pula disebut sebagai cara yang sistematik dalam mengomunikasikan isi pelajaran
kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat pakar,
Supinah (2008) menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan strategi pembelajaran
adalah perpaduan dari:
- urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran, dan siswa;
- metode atau teknik pembelajaran;
- media pembelajaran yaitu berupa peralatan dan bahan pembelajaran; dan
- waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Dapat juga dikatakan, strategi pembelajaran adalah
cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan
pengajaran tertentu, yang meliputi lingkup dan urutan kegiatan yang dapat
memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Elly, 80:15).
Berkait dengan istilah pendekatan, Adi Wijaya (2008)
mengutip pendapat Wina (2006) yang menyatakan bahwa Killen telah mengategorikan
pendekatan menjadi dua yaitu pendekatan yang berpusat pada guru dan pendekatan
yang bepusat pada siswa. Pendekatan yang berpusat pada guru dapat menurunkan
strategi pembelajaran seperti pembelajaran langsung, sedangkan pembelajaran
yang berpusat pada siswa dapat menurunkan strategi pembelajaran seperti
strategi
inkuiri.
Joyce dan Weil (1986: 14-15) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar
atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
- Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?
- Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
- Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk halhal yang berkait dengan kreativitas.
- Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
Oleh karena itu, Toeti Soekamto dan Winataputra
(1995:78) mendefinisikan ‘model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Toeti Soekamto dan
Winataputra (1995:84-85) menyatakan 10 model pembelajaran, di antaranya: model
pencapaian konsep, model latihan penelitian, model sinektiks, model pertemuan
kelas, model investigasi kelompok, model yurisprudensial, model latihan
laboratoris, model kontrol diri, dan model simulasi.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa
model-model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih
menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat
digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik
dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran
yang juga dikenal sebagai strategi pembelajaran.
B.
Praktik Pembelajaran Matematika
Masa Lalu
Mengapa
selama ini matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang tidak menyenangkan
bagi sebagian siswa? Adakah yang salah dengan pembelajarannya?
Pada
masa lalu, dan mungkin juga sampai saat ini, sebagian guru matematika memulai
proses pembelajaran ‘Pengurangan Dua Bilangan Bulat’ dengan membahas
pengertiannya, lalu memberikan contoh-contoh diikuti dengan mengumumkan
aturan-aturan penjumlahannya, seperti dengan mengatakan bahwa:
“Mengurangi adalah sama
dengan menambah dengan lawannya, yaitu a−b=a+(−b)”. Kegiatan selanjutnya
adalah dengan meminta para siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan. Dengan
pembelajaran seperti itu, para guru akan mengontrol secara penuh materi serta
metode penyampaiannya. Akibatnya, proses pembelajaran matematika di kelas saat
itu menjadi proses mengikuti langkah-langkah, aturan-aturan, serta
contoh-contoh yang diberikan guru. Apa kelemahan proses pembelajaran seperti
itu? Apa ciri-cirinya?
Seperti dijelaskan di atas, Nur (2001:9) mengakui
bahwa pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada
pendidikan matematika konvensional yang banyak ditandai oleh ‘strukturalistik’
dan ‘mekanistik’. Seperti sebagian guru matematika di Indonesia, para guru
matematika di Asia Tenggara berkecenderungan juga untuk menggunakan model
pembelajaran tradisional yang dikenal dengan beberapa istilah seperti:
pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered approach),
pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif (deductive
teaching), ceramah (expository teaching), maupun whole class
instruction
(Tran
Vui, 2001).
Model pembelajaran seperti dinyatakan di atas dapat
dikatakan lebih menekankan kepada para siswa untuk mengingat (memorizing)
atau menghafal (rote learning) dan kurang atau malah tidak menekankan
kepada para siswa untuk bernalar (reasoning), memecahkan masalah (problem-solving),
ataupun pada pemahaman (understanding). Dengan model pembelajaran
seperti itu, kadar keaktifan siswa menjadi sangat rendah. Para siswa hanya
menggunakan kemampuan berpikir tingkat rendah (low order thinking skills)
selama proses pembelajaran berlangsung di kelas dan tidak memberi kemungkinan
bagi para siswa untuk berpikir dan berpartisipasi secara penuh. Pertanyaan yang
dapat dimunculkan adalah, mana yang lebih baik bagi lulusan sekolah? Siswa yang
hanya pandai mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan dan dilatihkan gurunya
ataukah siswa yang kreatif, siswa yang jago memecahkan masalah, dan mampu
menemukan hal-hal baru di bidangnya masing-masing? Karena itulah praktek
pembelajaran yang hanya melatih siswa untuk mengikuti hal-hal yang telah dicontohkan
gurunya seperti yang diceritakan di atas sesungguhnya tidak sesuai dengan arah
pengembangan dan inovasi pendidikan kita.
C.
Model Baru Pembelajaran Matematika
Bagaimana proses
pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa? Apa saja yang harus berubah pada
pembelajarannya?
Alternatif
proses pembelajaran ‘Pengurangan Dua Bilangan Bulat’ adalah:
1. Meminta
siswa mengamati pengurangan berikut ini.
5
− 5
= ....
5
− 4
= ....
5
− 3
= ....
5
− 2
= ....
dst
2. Meminta
siswa menjelaskan hal-hal menarik (keteraturan) pada pengurangan bilangan di diatas
ini. Jika siswa tidak mampu menjawab, gunakan pertanyaan berikut.
a. Bagaimana
dengan bilangan pengurangnya?
b. Bagaimana
dengan bilangan yang dikurangi?
3. Meminta
siswa menentukan hasil pengurangan dan melanjutkan pengurangannya.
4. Meminta
siswa menjelaskan hal-hal menarik (keteraturan) pada hasil pengurangan itu.
Berdasar
hasil itu, minta siswa menentukan hasil pengurangan dua bilangan berikut.
5
− (−15) = ....
5
− (−25) = ....
5
− (−2025) = ....
Dengan
pembelajaran seperti ini, siswa diharapkan dapat menemukan kembali (me-reinvent)
bahwa mengurangi dengan bilangan negatif adalah sama dengan menambah dengan
lawannya yang berupa bilangan positif. Selanjutnya, diharapkan juga akan adanya
perubahan dari: (1) mengingat (memorizing) atau menghafal (rote
learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding);
(2) model ceramah ke strategi: discovery learning, inductive learning,
atau inquiry learning; (3) paradigma pengetahuan dipindahkan dari otak guru
ke otak siswa (knowledge transmitted) ke paradigma siswa sendiri yang
membangun pengetahuan; berpusat ke materi (subject centered) ke terkonstruksinya
pengetahuan siswa (clearer centered).
Beberapa model pembelajaran yang dianjurkan para
pakar untuk digunakan selama proses pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia di
antaranya adalah: Pendidikan Matematika Realistik (Realistic Mathematics
Education), Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah (Problem Based
Learning), Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning), serta
Pendekatan Pembelajaran Matematika Kontekstual (Contextual Teaching &
Learning).
Sumber:
Fadjar Shadiq. 2009. Model-model Pembelajaran Matematika SMP. Sleman : PPPPTK Matematika
Adi
Wijaya. 2008. Model-model Pembelajaran. Yogyakarta: PPPPTK Matematika
Depdiknas.
2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai
Pustaka
Gerlach,
V.S.; Elly, D.P.; Melnick, R. 1980. Teaching and Media. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Joyce,
B.; Weil, M.; Showers, B. 1986. Models of Teaching. Boston: Allyn and
Bacon
Nur,
M. 2001. Realistic Mathematics Education. Jakarta: Depdiknas Proyek PPM SLTP
Supinah.
2008. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: PPPPTK Matematika
Tran
Vui. 2001. Practice Trends and Issues in the Teaching and Learning of Mathematics
in the Countries. Penang: Recsam
Toeti
Soekamto & Udin S. Winataputra. 1995. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: Ditjen Dikti, Depdiknas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar