Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dalam
bagian berikut akan disampaikan beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual
yang dikemukakan beberapa ahli. Menurut Johnson (2002:24), ada delapan komponen
utama dalam system pembelajaran Kontekstual, seperti dalam rincian berikut:
1. Melakukan
hubungan yang bermakna (making meaningful
connections). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar
secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat
bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang belajar sambil berbuat
(learning by doing)
2. Melakukan
kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing
significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan
berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis atau
anggota masyarakat
3.
Belajar yang
diatur sendiri (sell-regulated learning).
Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada hubungan dengan
penentuan pilihan, dan ada produknya
4.
Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja
sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok
5. Berpikir kritis
dan kreatif (critical and creative
thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi
secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, memcahkan masalah, membuat
keputusan, dan menggunakan logika dan bukti
6.
Mengasuh atau
memelihara pribadi siswa (nurturing the
individual). Siswa memelihara pribadinya
7.
Mencapai standar
yang tinggi (reaching high standards).
Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan
memotivasi siswa untuk mencapainya
8. Menggunakan
penilaian autentik (using authentic
assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia
nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.
Pendapat lainnya
yaitu Rusman (2009:248) yang memaparkan proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus mempertimbangkan
karakteristik-karakteristik : (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3)
menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar dengan bergairah, (5)
pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif,
(8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10) dinding kelas dan
lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, (11) laporan kepada orang tua
bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan praktikum, karangan siswa,
dan lain-lain.
Kurikulum
dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran konstekstual harus
disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan,
Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.
1.
Mengaitkan:
Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan
strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam
konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian
sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau
kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh
dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap
permasalahan tersebut.
2.
Mengalami:
Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar
kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan
pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat
ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan
bentuk-bentuk penelitian aktif.
3. Menerapkan:
Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri
siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik
dan relevan.
4. Kerjasama:
Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain
adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang
bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah
yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya
membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang
karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi
dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya
sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong
siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
5. Mentrasfer:
Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan
membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat
bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Sistem CTL adalah proses pendidikan yang bertujuan
membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan
jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari-hari,
yaitu dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain penggunaan
pembelajaran Konstekstual bermotto : “Belajar dengan penuh makna”. Pengetahuan
yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna pula, yaitu melalui
penerimaan, pengolahan dan pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran
dalam menanggapi gejala yang muncul kemudian. Melalui model CTL, pengalaman
belajar bukan hanya terjadi dan dimiliki ketika seseorang siswa berada di dalam
kelas, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman
belajar tersebut keluar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk
menanggapi dan memecahkan permasalahan yang nyata yang dihadapi sehari-hari.
Sumber :
Rusman ( 2009) Manajemen
Kurikulum, Jakarta: Rajawali Pers
Johnson, Elaine B (2007) Contextual teaching and
learning, Penerjemah: Ibnu Setiawan, Bandung, Mizan Learning Center
Tidak ada komentar:
Posting Komentar