PENDAHULUAN
Oleh : Aprudin, S.Pd.I
Oleh : Aprudin, S.Pd.I
Ketika terjadi tawuran siswa antar sekolah, lembaga pendidikan kita yang menjadi sasaran kritik. Bagaimana bisa terjadi tawuran antar mereka mengapa hal itu terjadi? Bagaimana seorang anak tega menyakiti anak lain? Bagaimana seorang anak berani menyakiti anak lain? Nah, dalam ukuran yang lebih luas lagi bagaimana terjadi perpecahan dalam masyarakat disebabkan oleh SARA? Bagaimana orang-orang manusia tega membunuh kawan atau tetangganya sendiri? Bagaimana seseorang atau banyak orang tega dan berani menjarah hak milik orang lain? Dan bagaimana pertumpahan darah antar anak bangsa Indonesia itu bisa terjadi? Dan masih banyak masalah-masalah lainnya yang jika diuraikan satu persatu tidak akan cukup dimuat di makalah ini.
Dari pertanyaan di atas jawaban singkatnya mudah : mereka tidak mempunyai rasa kasihan, resfect, toleransi, sayang dan semacamnya. Ini semua berkaitan dengan nilai atau ajaran dari agama dan etika. Dalam waktu yang bersamaan mereka juga tidak mempunyai rasa takut kepada hukum dan tidak malu kepada masyarakat.
Namun ketika manusia tidak merasa takut kepada hukum tetapi mereka memegang teguh nilai-nilai agama dan etika sosial amaka mereka tidak akan berbuat seperti itu. Demikian pula, seandainya mereka tidak mempunyai perilaku terpuji, namun mereka takut kepada jeratan atau sanksi hokum, mereka juga t idak akan berani berbuat jahat.
Singkatnya ada dua hal yang perlu kita cermati yaitu mangapa tega dan mengapa berani, yang pertama berkaitan dengan etika dan yang kedua berkaitan dengan hukum. Yang pertama sangat berkaitan erat dengan pendidikan kita dan yang kedua berkaitan erat dengan hukum dan dan penegak hukum.
Etika sosial sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat oleh karena itu pendidikan harus mampu menjadikan manusia memahami dan menghayati etika sosial dalam masyarakat. Namun praktek etika atau budi pekerti tidak cukup hanya diberikan sebagai pelajaran yang konsekuensinya hafalan atau lulus dalam ujian tertulis. Barangkali akan baik jika mata pelajaran yang biasanya kearah kognitif itu diorentasikan pada pemberian alokasi waktu untuk mengajak anak didik mendiskusikan topik-topik atau bagian-bagian dari apa yang disebut dengan etika.
Sedangkan prakteknya harus diukur dari kehidupan keseharian. Kelulusan anak didik tidak cukup hanya dengan mengantongi nilai kategori lulus ujian tertulis mata pelajaran budi pekerti, namun harus dilihat kepribadian dan tingkah lakunya dalam kehidupan di lingkungan sosial. Mengajak anak didik untuk berdiskusi mengenai topik-topik moral memang lebih baik dari pada mendikte anak didik untuk menghafal beberapa ungkapan bijak atau daftar kalimat-kalimat indah.
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah topik yang kedua yaitu mangapa tega? yang berkaitan dengan etika sosial yang berlaku dalam masyarakat karena etika sosial ini sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan. Karena pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani, dan jasmani. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan). Lembaga pendidikan ini meliputi : keluarga, sekolah dan masyarakat Disini penulis mencoba membuat sebuah makalah yang berjudul “Pendidikan untuk Pemahaman dan Penghayatan Etika Sosial”.
BAB II
PENDIDIKAN UNTUK PEMAHAMAN DAN
PENGHAYATAN ETIKA SOSIAL
A PENDIDIKAN
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata “ didik ”, lalu kata ini mendapat awalan pe- sehingga menjadi “pendidik” yang artinya pemelihara dan pemberi latihan. Selanjutnya pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan[1].
Dalam bahasa Inggris pendidikan disebut dengan istilah “education” berasal dari kata educate (mendidik ) artinya memberi peningkatan (to elict, give rise to) dan mengembangkan (to evalue, to develop). Dalam pengertian yang sempit education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan[2].
Pada dasarnya pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. [3]
Sekadar memperjelas pengertian pendidikan, berikut ini beberapa definisi yang penulis kutip tentang pengertian pendidikan :
a. Menurut Carter, Education atau pendidikan berarti :
- proses perkembangan pribadi
- proses sosial
- profesional courses
- seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang diwarisi /dikembangkan masa lampau oleh tiap generasi
b. Menurut buku “Higher Education for American Democrazy” dinyatakan sebagai berikut ;
“Educationis an institution of civilized society, but the purposese of education are not the same in all societies. An educational system in the aims and philosophy of the social order in which it functions”
“Pendidikan adalah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat yang beradab, tetapi tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Sistem pendidikan suatu masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsip-prinsip (nilai-nilai), cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa)[4]”
c. Menurut Crow dan Crow pendidikan adalah proses pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan (insight)dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang. Dalam pendidikan terjadi interaksi antara kehendak, pikiran, perhatian,perasaan dan sebagainya pada diri anak didik.
d. Menurut Cryns pendidikan adalah pertolongan yang diberikan oleh siapa yang bertanggung jawab atas pertumbuhan anak untuk membawanya ketingkat dewasa. Pendidikan berlangsung dalam suatu pergaulan antara pendidik dan anak didik
e. Menurut langeveld mendidik adalah pemberian bimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang masih memerlukannya.Pendidikan berlangsung dalam suatu pergaulan antara pendidik dan anak didik[5].
f. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya[6].
Dari uraian tentang pengertian pendidikan diatas dapat kita kemukakan kesimpulan sebagai berikut :
- Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani, dan jasmani.
- Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga pendidikan ini meliputi : keluarga, sekolah dan masyarakat.
- Pendidikan merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usah lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan
Dasar pendidikan suatu masyarakat adalah pandangan hidup atau falsafat yang menjadi tempat berpijak seluruh perilaku masyarakat atau bangsa. Seluruh aspek kehidupan bangsa diilhami dan ada dalam ajaran-ajaran filsafat bangsanya. Dengan demikian, kehidupan sosial, politik ekonomi, pendidikan dan kebudayaan bahkan etika sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat pun bersumber dari filsafat bangsa[7].
Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sisstem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks budaya, baik dalam mitos kepercayaan dan religi, filsafat, ideology dan sebagainya. Dalam menentukan tujuan pendidikan ada beberapa nilai yang perlu diperhatikan.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 dijelaskan tentang tujuan pendidikan Nasional sebagai berikut :
“ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”[8]
Jadi pendidikan di Indonesia menempatkan nilai keimanan dan ketaqwaan sebagai nilai yang melandasi pendidikan di dalam mewujudkan kepribadian manusia Indonesia yang diinginkan melalui sistem pendidikan yang dijalankan. Adapun kualitas manusia Indonesia yang diharapkan melalui sistem pendidikan yang dijalankan adalah berakhlak mulia, sehat, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Nilai-nilai ini diharapkan terbentuk alam jiwa setiap orang Indonesia. Sedangkan secara komunal pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membangun watak peradaban bangsa yang bermartabat.
3. Konsep-konsep pendidikan
· Pendidikan ; kegiatan memperoleh dan menyampaikan pengetahuan, sehingga memungkinkan transmisi kebudayaan kita dari generasi yang satu ke generasi yang berikutnya.
· Pendidikan : proses dengan mana individu diajar bersikap setia dan taat dengan mana pikiran manusia ditera dan dibina.
· Pendidikan : suatu proses pertambahan di dalam mana individu diberi pertolongan untuk mengembangkan kekuatan, bakat, kemampuan dan minatnya.
· Pendidikan : pembangunan kembali atau penyusunan kembali pengalaman, sehingga memperkaya arti perbendaharaan pengalaman yang dapat meningkat kemampuan dalam menentukan arah tujuan pengalaman selanjutnya.
· Pendidikan ; proses dengan mana seseorang diberi kesempatan menyesuaikan diri terhadap aspek-aspek kehidupan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan modern untuk mempersiapkan agar berhasil dalam kehidupan orang dewasa.[9].
4. Lembaga-lembaga Pendidikan
Bila kita teliti mulai dari masyarakat dan kebudayaan yang sederhana, maka lembaga-lembaga pendidikan itu meliputi [10]:
a. Lembaga Keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat terbentuk berdasarkan sukarela dan cinta yang asasi antara dua subjek manusia (suami-istri). Berdasarkan asas cinta yang asasi ini lahirlah anak sebagai generasi penerus. Keluarga dengan cinta kasih dan pengabdian yang luhur membina kehidupan sang anak. Oleh Ki Hajar Dewantara dikatakan supaya orang tua (sebagai pendidik) mengabdi kepada anak.
b. Lembaga Sekolah
Ketika anak berusia 4-6 tahun, ia dipercayakan oleh keluarganya untuk dididik oleh lembaga pendidikan (sekolah) seperti Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Dasar.
Lembaga sekolah ini meneruskan pembinaan yang telah diletakkan dasar-dasarnya dalam lingkungan keluarga. Sekolah menerima tanggung jawab pendidikan berdasarkan kepercayaan keluarga.
c. Lembaga Masyarakat
Mayarakat dapat diartikan sebagai satu bentuk tata-kehidupan sosial dengan tata nilai dan tata-budaya sendiri. Dalam arti ini masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan , medan pendidikan yang majemuk (plural : suku, agama, kegiatan-kerja, tingkat pendidikan, tingkat sosial, ekonomi, dan sebagainya. Manusia berada dalam multi kompleks antar hubungan dan antar –aksi di dalam masyarakat itu.
Masyarakat dalam arti organisasi kehidupan bersama, secara makro ialah tata-pemerintahan . Masyarakat dalam makna ini ialah lembaga atau perwujudan subjek pengelola dan kepemimpinan bersama.
Dalam kedua makna inilah tiap pribadi manusia, sejak kanak-kanak hingga dewasa terlihat sebagai warga-masyarakat dan warga Negara mengabdi dan setia kepada masyarakatnya. Bahkan mereka dididik oleh dan untuk masyarakat bangsanya. Masyarakat sebagai lembaga kehidupan inilah yang memberi sifat-sifat dasar suatu pendidikan nasional.
5. Tanggung Jawab Lembaga Pendidikan
Semua lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab masing-masing adapun tanggung jawab tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tanggung jawab Keluarga
Dasar-dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan anak meliputi :
- Dorongan atau motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anak. Cinta kasih ini mendorong sikap dan tindakan rela menerima tanggung jawab, dan mengabdikan hidupnya untuk sang anak.
- Dorongan/motivasi kewajiban moral, sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Tanggung jawab moral meliputi nilai-nilai religius spiritual yang dijiwai Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga, yang pada gilirannya juga menjadi bagian dari masyarakat, bangsa dan negaranya, bahkan kemanusian.
b. Tanggung jawab Sekolah
- Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut Undang-undang yang berlaku.
- Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan Negara.
- Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelolaan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini sesuai dengan jabatannya.
c. Tanggung jawab Masyarakat
- Tanggung jawab kenegaraan dan ke maasyarakatan yang wujudnya berupa motivasi untuk melestarikan tegaknya kemerdekaan bangsa dan Negara. Tanggung jawab ini mencakup pembinaan kesadaran nasional, berideologi nasional dan berkonsultasi.
- Tanggung jawab struktural kelembagaan yakni sebagai wujud tata-kelembagaan Negara dengan masing-masing aspek tanggung jawabnya. Dapat juga diartikan sebagai tanggung jawab yuridis-konstitusional.
B. ETIKA SOSIAL
1. Pengertian Etika Sosial
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan. Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang berasal dari bahasa Latin mores, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal yang buruk.[11].
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika dalam bahasa indonesia disebut kesusilaan yang terdiri dari kata “su” yang berarti baik dan “sila” yang berarti norma kehidupan, jadi etika menyangkut norma-norma kehidupan yang baik.
Istilah lain yang identik dengan istilah etika yaitu[12] :
a. Susila berasal dari bahasa Sanskerta, lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
b. Ahklak berasal dari Bahasa Arab yang berarti moral, dan etika yang berarti ilmu akhlak.
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya, sebagai cabang filsafat etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut. Mengenai pengertian etika secara istilah banyak para ahli memberikan defenisi menurut pengetahuan dan latar belakang mereka masing-masing, diataranya :
- Terminius Techicus
Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia .
- Manner dan Custom
Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia, yang terikat dengan pengertian “ baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
b. Menurut Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk perbuatan[14]”.
c. Menurut Ahmad Amin, “etika adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia[15]."
d. Menurut Burhanuddin Salam etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola hidup manusia, baik secara pribadi maupun secara kelompok[16].
e. Menurut Ki Hajar Dewantara (1962) etika adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia semuanya. Teristimewa yang mengenai gerak –gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan[17].
Jadi Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan, karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabankan tindakannya itu, karena memang ada alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia bertindak begitu.. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang patut dilakukan[18].
Etika sosial adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan dalam kehidupan manusia didalam masyarakat. Etika sosial memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalankan hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Berarti etika sosial membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup di dalam masyarakat (kehidupan sosial).
2. Tujuan Etika
Tujuan mempelajari etika ialah mendapatkan cita yang sama bagi seluruh manusia mengenai penilaian baik dan buruk, di temapat mana saja dan dimana saja. Tetapi tujuan ini menghadapi beberapa kesulitan, karena ukuran baik dan buruk itu sangat relative sebab sangat tergantung pada keadaan suatu daerah dan suasana suatu masa. Misalnya masyarakat primitive di Irian Jaya tidak menganggap buruk orang yang tidak berpakaian. Walaupun demikian mereka juga mengenal norma-norma kesusilaan yang dalam prakteknya sehari-hari diperhatikan dengan penuh disiplin.
Suatu perbuatan yang dianggap sangat buruk di suatu daerah mungkin saja dianggap baikdidaerah lain. Reaksi terhadap satu macam perbuatan adalah berbeda bagi beberapa daerah dan hal ini merupakan bahan bagi kita untuk mengukur tinggi rendahnya perkembangan etika di suatu tempat. Misalnya reaksi umum terhadap perbuatan buruk tidaklah sama hebatnya antara orang-orang kota dengan orang-orang desa, antara masyarakat Islam dengan masyarakat Non-Islam.
Etika menentukan ukuran atas perbuatan manusia oleh karena itu dinamakan ilmu pengetahuan normatif, dan norma yang dipergunakan ialah norma tentang baik dan buruk. Jadi tidak sama dengan norma dalam logika tentang benar dan salah.
Norma-norma etika itu senantiasa digunakan yang maksimal meskipun hal itu hanyalah berupa ideal saja. Dalam tiap perbuatan yang baik orang selalu diahadapkan pada ideal bahwa ada perbuatan yang lebih baik lagi dan ada yang lebih baik lagi, begitulah seterusnya. Dalam mengusahakan tujuan etika itu, manusia pada umumnya menjadikan norma yang ideal sebagai pola yang terbanyang terus didepan mata.
Tujuan dari etika sosial adalah agar masyarakat mengetahui baik dan buruk dan dapat melakukan etika yang baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Etika sosial bermaksud membantu manusia atau setiap individu untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan, dan etika sosial ini juga berfungsi mengatur tingkh laku manusia dalam kehidupan sosial.
3. Faktor-Faktor Penting Dalam Etika
Dalam setiap ilmu pengetahuan semua persoalan diatur sedemikian rupa , sehingga persoalan-persoalan itu senantiasa ada kaidah-kaidah yang menghubungkannya antara satu dengan yang lain.dengan demikian orang dapat menyimpulkan suatu sistem yang teratur untuk mempelajari objek pengetahuan itu. Ilmu etika juga mengusahakan suatu sistem demikian.
Apabila pelajaran etika itu dijadikan suatu sistem yang tetap seperti pada ilmu-ilmu yang lain, maka hal itu akan merusak tujuan-tujuan etika itu sendiri yaitu mengusahakan kebahagiaan hidup manusia. Hidup manusia selalu bergelar penuh dengan percekcokan dalam dirinya dan di luar dirinya. Penuh dengan kegembiraan dan kesedihan yang silih berganti. Hal ini sulit diatur dalam suatu sistem yang tertutup.
Memang benar fikiran teoritis merupakan kunci bagi sistem keilmuan dalam etika dan berfikir. Akan tetapi lapangan etika hanya dapat erfungsi bagi manusia bila dirumuskan dalam suatu sistem terbuka dan elastis sesuai dengan praktek kehidupan manusia dalam masyarakat.
a. Hubungan timbal balik antara individu dan masyarakat
Memang dapat dibedakan antara manusia sebagai individu yang berdiri sendiri dengan manusia sebagai anggota masyarakat. Tetapi perbedaan itu tidak dapat dianggap mutlak mengingat tidak seorangpun yang dapat hihdup menyendiri sama sekali terasing dari masyarakat.
Namun ada juga anggapan didalam maasyarakat yang mengatakan bahwa corak suatu masyarakat tergantung pada corak dan sifat perseorangan dari anggota-anggota masyarakat itu. Jadi sama seperti sifat-sifat perseorangan yang tergantung erat pada corak masyarakat. Walaupun demikian perbedaan antara individu dengan masyarakat mepunyai peranan yang sangat penting dalam lapangan etika. Persoalan individu manusia dalam etika harus diselidiki
b. Faktor Suara Hati
Suara hati manusia merupakan hal penting yang harus kita perhatikan dalam etika. Umumnya para ahli etika mengakui bahwa suara hati manusia sering menolong manusia dari kesalahan-kesalahan yang membahayakan dirinya. Suara hati ialah suara batin atau disebut juga suara insan kamil.
Suara hati itulah yang memenarkan atau menyalahkan tindakan kita suara hati merupakan faktor penting dalam etika. Ada pendapat yang mengatakan bahwa suara hati adalah suatu kekuatan yang memang asal (oriisinil) dan adanya bersama-sama dengan adanya jiwa. Sedangkan teori lain mengatakan bahwa suara hati itu bukan pembawaan tetapi adalah hal yang didapat dari luar.
Tetapi yang terbaik ialah menggabungkan kedua pendapat itu, bahwa suara hati sudah ada sejak manuasi dilahirkan dan berkembang menurut pengaruh-pengaruh dari luar.
c. Hal kebebasan dalam perbuatan manusia
Seperti diketahui bahwa penilaian baik buruk dalam etika terletak pada perbuatan manusia. Karena itu amat penting sekali untuk kita mengetahui perbuatan yang bagaimanakah yang dapat menentukan penilaian etika.
Perbuatan manusia yang tergolong dalam suatu transaksi etika adalah yang memenuhi tiga syarat mutlak yaitu :
- Perbuatan itu dilakukan dengan pengertian dan kesadaran
- Perbuatan itu dilakukan dengan kesengajaan
- Perbuatan itu dilakukan dengan dasar adanya kebebasan bagi sipelaku untuk berbuat demikian.
d. Hal Kebahagiaan
Apapun tindakan manusia baik yang fasif ataupun yang aktif sebenarnya tujuannya hanyalah satu yaitu kebahagiaan.
Karena persoalan-persoalan etika sangat erat hubungannya persoalan-persoalan metafisika, maka perbedaaan pendapat disekitar etika juga sama dengan peredaaan pendapat pada metafisika. Faktor yang dipentingkan dalam mencapai kebahagiaan ialah usaha untuk mempertahankan kepuasan yang telah dapatitu selama mungkin atau terus-menerus. Jadi disini persoalannya adalah “waktu”, waktu yang mengandng kebahagiaan itu diusahakan agar erlangsung terus (abadi).
4. Aliran-aliran Penting Dalam Etika
a. Aliran etika naturalisme
Aliran ini mengangap bahwa kebahagiaan manusia didapatkan dengan menurutkan panggilan fitrah (nature)dari kejadian manusia itu sendiri. Perbuatan yang baik menurut aliran ini adalah perbuatan-peruatan yang sesuai dengan natur manusia. Baik mengenai fitrah lahir maupun fitrah batin. Cara pemikiran aliran ini dalam etika adalah sebagai berikut : memenuhi panggilan naturnya masing-masing mereka menuju kebahagiaannya yang sempurna. Benda –benda dan tumbuhan-tumbuhan menuju tujuan itu dengan insting (naluri) maka manusia mencapai tujuan itu dengan akalnya. Karena itu kemajuan manusia ialah mencapai kesanggupan akal yang setinggi-tingginya dan melakukan segala amal perbuatan dengan berpedoman kepada akal itu[20].
b. Aliran Etika Hedonisme
Menurut aliran hedonisme ini perbuatan yang baik adalah perbuatan yang menimbulkan kenikmatan atau kelezatan. Contoh yang terkenal dari aliran hedonisme ini adalah etika kaum epikurisme yang dibangun oleh Epikuris.
c. Aliran Etika Utilitarisme
Aliran ini dinamakan juga utilisme atau utilitarianisme. Semuanya diabil dari kata utily yang berarti manfaat. Defenisinya : aliran utilitarisme ialah aliran yang melihat baik dan buruk perbuatan itu ditinjau dari besar kecilnya manfaat dari manusia. Tokoh yang terpenting dari aliran ini adalah John Stuart Mill, menurutnya yang dinamakan kebaikan yang tertinggi itu adalah manfaat. Dari penyelidikan didapat bahwa semua pekerjaan manusia itu diarahkan kepada manfaat. Jadi menurut aliran ini baik uruknya suatu perbuatan itu diukur dari segi manfaat yang lebih besar.
Dengan demikian tujuan dari aliran etika ini adalah mencapai kesenangan hidup sebanyak mungkin aik dilihat dari segi quality atau quantity. Menurut John Stuart Mill aliran ini dapat mendorong orang mencapai hal-hal yang nilainya tinggi, sebab yang menjadi ukuran dalam perbuatan itu adalah happiness orang lain yang jumlahnya sebanyak mungkin.
d. Aliran Etika idealisme
Seperti kita ketahui aliran idealisme dalam metafisika berpendirian bahwa wujud yang paling dalam dari kenyataan ialah yang bersifat kerohanian. Dalam masalah etika, aliran ini berpendapat bahwa peruatan manusia haruslah tidak terikat pada sebab-musabab lahir tetapi setiap perbuatan manusia haruslah didasarkan pada prinsip kerohanian yang lebih tinggi.
Misalnya orang berbuat baik bukan karena dianjurkan oleh orang lain atau karena ingin dipuji orang tetapi berbuat baik itu atas kemauan sendiri dan atas rasa kewajiban. Walaupun diancam orang atau dicela orang perbuatan baik itu tetap dikerjakan juga. Contoh yang terbaaaik dari aliran etika ini adalah ajaran etika Kantianisme (ajaran dari Immanuel Kant 1725-1804).
e. Aliran Etika Vitalisme
Aliran ini dalam menilai baik buruknya perbuatan manusia memakai ukuran ada tidaknya daya hidup yang makssimum mengendalikan perbuatan itu. Yang dianggap baik menurut aliran ini adalah orang yang kuat yang dapat memaksakan kehendakknya, yang erkuasa dan sanggung menjadikan dirinya selalu ditaati oleh orang-orang yang lemah.
Isi ajaran aliran ini rupanya menyokong kekuatan-kekuatan insting yang ada dalam diri manusia. Misalnya insting ingin mempertahankan diri dan insting ingin berkuasa.
Tokoh terkenal dalam aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900) Nietzche dalam etika menonjolkan eksistensi dunia baru sebagai Ubermensch yang berkemauan keras menempuh hidup baru sebaga dewa yang menghancurkan yang lama dan menciptakan yang baru.
f. Aliran Etika Theologis
Aliran ini berpendapat bahwa ukuran baik dan buruk dalam perbuatan manusia itu diukur dengan pernyataan apakah dia sesuai dengan perintah Tuhan atau tidak. Amal perbuatan yang baik menurut aliran ini adalah amal perbuatan yang sesuai dengan perintah Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci. Sedangkan perbuatan yang buruk adalaah perbuatan yang bertentangan dengan perintah Tuhan atau yang terdapat dalam Kitab Suci.
C. HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT
Bertolak dari penyelenggaraan sistem pemerintahan yang berupa desentralistik, maka hal ini berdampak pula terhadap reorintasi Visi dan Misi Pendidikan Nasional yang di dalamnya menyangkut pula tentang Standar Pengelolaan Sistem Pendidikan Nasional. Yang berimbas pula pada Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan, Pendanaaan, dan Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional[21].
Implementasi otonomi terhadap lembaga pendidikan terwujud dalam School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah. Dikarenakan Manajemen Berbasis Sekolah ini adalah upaya kemandirian, kreativitas sekolah dalam peningkatan kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam peningkatan mutu melalui kerjasama atau pemberdayaan pemerintah dan masyarakat, maka diperlukan pula administrasi pendidikan di bidang hubungan sekolah dengan masyarakat.Dari paparan di atas, maka melalui makalah ini kami mencoba mengupas hubungan antara sekolah dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan
1. Pengertian Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.
Istilah hubungan dengan masyarakat dikemukakan kali pertama oleh presiden Amerika Serikat, Thomas Jefferson tahun 1807 dengan istilah Public Relations. Hingga saat ini pengertian hubungan dengan masyarakat itu sendiri belum mencapai suatu mufakat konvensional.
Adapun pengertian hubungan dengan masyarakat menurut Abdurrachman ialah kegiatan untuk menanamkan dan memperoleh pengertian, good will, kepercayaan, penghargaan dari publik sesuatu badan khususnya dan masyarakat pada umumnya.[22]
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, simpati dari masyarakat. Dan mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah dengan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan untuk kebaikan bersama.
2. Tugas Pokok Hubungan Sekolah dan Masyarakat dalam Pendidikan
Adapun tugas pokok hubungan sekolah dengan masyarakat adalah sebagai berikut[23] :
- Tugas pokok hubungan sekolah dengan masyarakat dalam pendidikan antara lain:
Memberikan informasi dan menyampaikan ide atau gagasan kepada masyarakat atau pihak-pihak lain yang membutuhkannya - Membantu pemimpin yang karena tugas-tugasnya tidak dapat langsung memberikan informasi kepada masyarakat atau pihak-pihak yang memerlukannya.
- Membantu pemimpin mempersiapkan bahan-bahan tentang permasalahan dan informasi yang akan disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada saat tertentu.
- Melaporkan tentang pikiran-pikiran yang berkembang dalam masyarakat tentang masalah pendidikan.
- Membantu kepala sekolah bagaimana usaha untuk memperoleh bantuan dan kerja sama.
- Menyusun rencana bagaimana cara-cara memperoleh bantuan untuk kemajuan pelaksanaan pendidikan.
3. Faktor Pendukung Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat bisa berjalan baik apabila di dukung oleh beberapa faktor yakni:
a. Adanya program dan perencanaan yang sistematis
b. Tersedia basis dokumentasi yang lengkap.
c. Tersedia tenaga ahli, terampil dan alat sarana serta dana yang memadai.
d. Kondisi organisasi sekolah yang memungkinkan untuk meningkatkan kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat.
4. Tujuan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Hubungan sekolah dengan masyarakat dibangun dengan tujuan popularitas sekolah di mata masyarakat. Popularitas sekolah akan tinggi jika mampu menciptakan program-program sekolah yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan dan cita-cita bersama dan dari program tersebut mampu melahirkan sosok–sosok individu yang mapan secara intelektual dan spiritual. Dengan popularitas ini sekolah eksis dan semakin maju. Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat diantaranya sebagai berikut:
- Memberi penjelasan tentang kebijaksanaan penyelenggaraan sekolah situasi dan perkembangannya.
- Menampung sarana-sarana dan pendapat-pendapat dari warga sekolah dalam hubungannya dengan pembinaan dan pengembangan sekolah.
- Dapat memelihara hubungan yang harmonis dan terciptanya kerja sama antar warga sekolah sendiri.
Sedangkan menurut Mulyasa tujuan dari hubungan sekolah dengan masyarakat adalah[24]: (1) memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.
5. Bentuk Opersional Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Tergantung pada inisiatif dan kreatifitas sekolah, kondisi dan situasi, fasilitas sekolah dan sebagainya. Di bidang Sarana Akademik Tinggi rendahnya prestasi lulusan (kualitas maupun kuantitas), penelitian, karya ilmiah (lokal, nasional, internasiona), jumlah dan tingkat kesarjanaan pendidiknya, sarana dan prasarana akademik termasuk laboratorium dan perpustakaan atau PSB, SB yang mutakhir serta teknologi instruksional yang mendukung PBM, termasuk ukuran prestasi dan prestise-nya
Di bidang Sarana Pendidikan, Gedung atau bangunan sekolah termasuk ruang belajar, ruang praktikum, kantor dan sebagainya beserta perabot atau mebeuler yang memadai akan memiliki daya tarik tersendiri bagi popularitas sekolah.
Di bidang Sosial Partisipasi sekolah dengan masyarakat sekitarnya, seperti kerja bakti, perayaan-perayaan hari besar nasional atau keagamaan, sanitasi dan sebagainya akan menambah kesan masyarakat sekitar akan kepedulian sekolah terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota masyarakat yang senantiasa sadar lingkungan demi baktinya terhadap pembangunan masyarakat.
Di bidang Sosial Partisipasi sekolah dengan masyarakat sekitarnya, seperti kerja bakti, perayaan-perayaan hari besar nasional atau keagamaan, sanitasi dan sebagainya akan menambah kesan masyarakat sekitar akan kepedulian sekolah terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota masyarakat yang senantiasa sadar lingkungan demi baktinya terhadap pembangunan masyarakat.
Menyediakan fasilitas sekolah untuk kepentingan masyarakat sekitar sepanjang tidak mengganggu kelancaran PBM, demikian sebaliknya fasilitas yang ada di masyarakat sekitarnya dapat digunakan untuk kepentingan sekolah.
Mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat dalam kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan masih banyak lagi kegitan operasional hubungan sekolah dengan masyarakat yang dikreasikan sesuai situasi, kondisi serta kemampuan pihak-pihak terkait.
Mengikutsertakan tokoh-tokoh masyarakat dalam kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan masih banyak lagi kegitan operasional hubungan sekolah dengan masyarakat yang dikreasikan sesuai situasi, kondisi serta kemampuan pihak-pihak terkait.
D. PENDIDIKAN MENGAJARKAN ETIKA SOSIAL
Beberapa tahun belakangan ini kita masih sering disuguhkan dengan peristiwa tawuran pemuda antar kampung/desa. Peristiwa ini bukan hanya fenomena kota besar seperti Jakarta, seperti telah merambah kekampung-kampung hampier selurh pelosok tanah air. Bahkan telah cukup lama kita disuguhi peristiwa tawuran antar pelajar di kota-kota besar. Kenyataan yang menyedihkan itu dapat dianalisis dari berbagai aspek yaitu dari aspek psikologi, sosiologi, politik dan ekonomi bahkan tidak kalah pentingnya adalah masalah analisis dari aspek pendidikan yang mengajarkan tentang etika atau budi pekerti[25].
Barangkali kenyataan itu yang mendorong Yahya Muhaimin, pada saat menjadi Mendiknas, membaawa isu pendidikan budi pekerti disekolah. Kalau ditanyakan gebrakan Mendiknas yang paling menonjol saat itu, jawabannya adalah perhatian tentang pendidikan budi pekerti disekolah. Bahkan budi pekerti menjadi ukuran kelulusan siswa dalam ujian akhir, sesuatu yang tidak terjadi sebelumnya.
Para ahli dan praktisi pendidikan tampaknya sepakat baahwa pendidikan etika /budi pekerti atau moralitas sangat penting dan mesti segeraterwujud. Namun bagaimana bentuknya, cara dan modelnya, ukurannya, pelakunya, penilaiannya, dan semacamnya masihi menjadi bahan perbincangan dan mungkin juga perdebatan.
Memang banyak faktor yang menjadi penyebab bobroknya moralitas bangsa kita yang akhirnya menyebabakan krisis multidimensional. Yang seharusnya kita lakukan adalah intropeksi, evaluasi, kemudian mencari terapi a tau jalan keluarnya dari semua aspek dan bagian. Semua lembaga, semua ahli, semua pejabat, semua ahli profesi, semua pemuka agama, semua pendidik dan semua pihak untuk memulai dari dirinya sendiri. Sayangnya bukan tawaran solusi, bukan pula tuntutan hati nurani yang kita saksikan. Sebaaliknya, hamper semuanya mengedepankan kepentingan pribadi, khususnya berupa tuntutan uang. Kenyataan ini pada dasarnya tdak akan mengurangi krisis/kebobrokan et ika sosial, namun semakin memperparah, kecuali dibarengi dengan langkah kesadaran tersebut diatas.
Praktek etika atau budi pekerti tidak cukup hanya diberikan sebagai pelajaran yang konsekuensinya haalan atau lulus dalam ujian tertulis. Barangkali akan baik jika mata pelajaran yang biasanya kearah kognitif itu diorentasikan pada pemberian alokasi waktu untuk mengajak anak didik mendiskusikan topic-topik atau bagian-bagian dari apa yang disebut dengan etika. Sedangkan prakteknya harus diukur dari kehidupan keseharian. Kelulusan anak didik tidak cukup hanya dengan mengantongi nilai kategori lulus ujian tertulis mata pelajaran budi pekerti, namun harus dilihat kepribadian dan tingkah lakunya dalam kehidupan dilingkungan sosial. Mengajak anak didik untuk berdiskusi menganai topic-topi moral memang lebih baik dari pada mendikte anak didk untuk menghapal beberapa ungkapan bijak atau daftar kalimat-kaimat indah.
Perilaku keseharian anak didik, khususnya disekolah akan terkait erat dengan lingkungan yang ada. Adalah sangat ironis jika murid diajak untuk berperilaku terpuji jika kehidupan disekolah terlalu banyak elemen yang tercela. Anak akan menertawakan ketika dituntut untuk berdisiplin jika para guru menunjukkan perilaku yang tidak disiplin. Anak didik tidak akan mendengarkan jika dituntut untuk jujur ketika mereka melihat kecurangan yang merebak dalam kehidupan sekolah. Mereka tidak akan taat terhadap larangan untuk mengkonsumsi narkoba jika disekolah masih berseliweran penjualnya, apalagi ada gugru yang mengonsumsinya tetapi dibiarkan.
Jika terjadi benturan atau kebalikan antara nilai-nilai terpuji yang diajarkan d ikelas dengan praktek keseharian disekolah yang terpuji, anak justeru akan terukir perilaku jelek tadi. Tepatlah ungkapan : “If we want our students to take moral education, the school itself must be a moral institution” (“jika kita mengingatkan para siswa-siswi kita mengambil pendidikan moral secara serius, maka sekolah/madrasah itu sendiri harus berupa lembaga yang bermoral”). Ini adalah tantangan bagi para guru dan para kepala sekolah untuk membuktikan bawha sekolah yang dikelolanya adalah institusi yang bermoral. Sekolah bukan hanya mampu mengajarkan nilai-nilai etika dalam tulisan, namun juga sekaligus mampu membuktikan apa yang diajarkan itu, yaitu terwujudnya budaya moral disekolah. Sekolah bukan hanya sekedar penjual ijazah.
Moralitas, etika, budi pekerti adalah wujud dalam perilaku kehidupan bukan dalam ucapan atau tulisan. Oleh karena itu, penilaiannyapun tidak akan cukup hanya dengan hafalan atau lewat ujian tertulis didalam ruangan kelas. Akan lebih baik jika penialaiannya didesasin khusus untuk mengukur etika. Salah satu contohnya adalah dengan melakukan penilaian setiap hari oleh semua guru atau orang yang telah ditunjuk untuk itu. Namun kegiatan seperti ini harus dibarengi dengan penciptaan keadaan sekolah yang bermoral dan mendukung praktek moral.
Namun perlu kita sadari bahwa usaha untuk memperbaiki etika/moral itu, tidak ringan, karena kita berhadapan dengan mental secara keseluruhan. Memperbaiki mental berarti mengadaan pembinaan atas mental yang telah rusak, perbaikan itu tidak akan berhasil , kalau hanya terhadap penghilangan gejalanya saja, yang jauh lebih penting dari itu adalah memperbaiki mental yang biasa mendorong kepada perbuatan salah atau tidak baik itu[26].
Jadi pendidikan sangat berperan penting dalam menghanyati dan pemahaman etika sosial sekaligus sangat berperan penting pembinaan etika dalam kehidupan bermasyarakat.
E. PENDIDIKAN MEMBANGUN ETIKA LINGKUNGAN
Kita sering disuguhi pemandangan yang kurang menyenangkan disebabkan oleh ulah tangan saudara kita sendiri : membuang samapah sembarangan, membuang sampah kesungai, kejalan dan sebagainya, tanpa menyadari bahwa hal itu membahayakan orang lain. Dengan melakukan perbuatan tersebut berarti dia tidak memiliki etika sosial dan etika lingkungan.
Berapa persen masyarakat kita yang didalam hati nuraninya selalu berusaha berbuat kebajikan kepada orang lain? Berapa persen masyarakat kita yang menjaga kebersihan karena kesadaran menejaga kesehatan bersama atau mmepertimbangkan keselamatan orang lain.
Tentu saja jumlahnya sangat sedikit karena dalam kenyataannya yang selalu kita dengarkan, berapa luas hutan kita ditebang sembarangan dan dibakar? Berapa banyak berita yang memperlihatkan suangai kita penuh dengan sampah? Berpa banyak knalpot mobil yang mengeluarkan asap hitam dan mengganggu orang lain? Berapa banyak truk yang membawa tanah dan berjatuhan dijalan sehingga menimbulkan debu, kotor dan berbahaya bagi pengendera sepeda motor dan sepeda biasa. Itu semua juga menghiasi berita dan pemandangan kita sehari-hari, semua itu dilakukan oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Perbuatan-perbuatan jelek, merugikan orang lain, tindakan rakus dan egois seolah –olah masih menghiasi sebagian masyarakat kita. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran untuk melaksanakan etika sosial yang baik belum dapat dilakukan oleh masyarakat, atau memang masyarakat tidak mengerti kegunaan etika sosial dan etika lingkungan?! atau masyarakat beranggapan bahwa etika sosial dan etika lingkungan merupakan barang langka yang berbahaya?
Tampaknya salah satu hal yang perlu dikerjakan adalah mensosialisasikan “etika” lingkungan melalui pendidikan kepada masyarakat sebelum nilai-nilai etika tersebut menjadi sebuah hokum atau perundang-undangan. dalam kenyataannya, meskipun, UU atau peraturan – termasuk Peraturan Pemerintah (PP)-mengenai lingkungan sudah dibuat, namun karena kurang tersosialisasikan nilai-nilai etika didalamnya, pelaksanaan UU dan peraturantersebut tidak jalan; bahkan cenderung diabaikan atau dilanggar. Terlebih lagi para penguasa dan kroninya yang sering melakukan pelanggaran. Akan tetapi nilai-nilai etika sudah tersosialisasikan, tanggapan masyarakat terhdap pelanggaran etika lingkungan akan meningkat. Etika lingkungan menjadi diskursus yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat.
Peter Singer dalam bukunya ,Practical Ethics (Cambrige University Press, 1993) menulis salah satu sub bab “Devoloping an environment” (membangun suatu etika lingkungan). Salah satu yang menarik adalah dia menekankan bahwa setiap tindakan yang membahayakan lingkungan sebagai perbuatan yang salah Etika sosial dengan segala aspeknya hendaknya kita masyarakatkan dalam rangka menjaga kelangsungan hidup umat manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam rangka menciptakan kesejahteraan bersama lahir bathin. Dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah melarang umat manusia membuat kerusakan diatas bumi, mencela dan mengutuk mereka yang berbuat kerusakan, juga menunjukkan bukti bukti kerusakan akibat perbuatan manusia. Allah SWT berfirman yang terjemahannya : “ telah tampak kerusakan didarat didarat dan dilaut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah menunjukkan kepada mereka merasakan sebagian dari apa yang merka perbuat, agar mereka kemabali (kejalan yang benar)” (Ar-rum : 41)
F. PENDIDIKAN DAN ETIKA UNTUK MEMAHAMI SARA: MENGAJARKAN RESPEK DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Ingat istilah SARA yang mmebuat merinding? SARA singkatan dari “Suku, Agama dan Antar Golongan”. What wrong with that?
Sebenarnya istilah SARA maupun kepanjangannya itu netral dan riil. Tidak ada kejanggalan, tidak ada keanehan, tidak ada ancaman, dan tidak ada yang menakutkan. Bukankah SARA itu identik dengan Bhinneka Tunggal Ika? Atau masyarakat plural? Dan itulah kenyataannya di Indonesia; penuh dengan berbagai golongan, suku, agama, ras dan lainnya. Oleh karena itu menakuti-nakuti masyarakat dengan SARA sama halnya dengan menakut-nakuti tukang masak dengan garam yang disebut bubuk racun. Ibaratnya, selama ini memasak tanpa garm, maka ketika garam itu diperkenalkan kepada masyarakat maka mayarakat akn merasa senang, namun sebagian yang lain akan merasa alergi karena tidak biasa. Dan sebagian lainnya menjadikan garam itu sebagai perusak rasa, dengan cara mmeberikannya terlalu banyak atau memaksa makan orang yang terkena sariawan. Masakan yang diberi garam terlalu banyak akan merusak rasanya dan begitu juga dengan orang yang sedang sariawan apabila diberikan garam akan memperparah sakitnya. Begitu juga halnya dengan SARA yang sebenarnya netral dan realistis itu seriang menjadi penyebab kekacauan masyarakat.
Hal inilah yang seharusnya diajarkan dalam pendidikan bagi generasi-generasi penerus bangsa, disamping pendidikan, etika juga perlu dikembangkan dan dipelihara dengan baik sehingga dapat menghargai perbedaan yang ada.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahawa telah terjadi kesalahan manajemen SARA itu sendiri. SARA selalu ditonjolkan sisi negatifnya, yang merupakan satu-satunya negative, yakni ada potensi untuk sumber konfli. Padahal SARA lebih banyak mengandung sisi positif, disamping SARA itu sendiri tidak dapat dihindari. Telah terjadi simbiosis penangan terhadap SARA ; pendekatan Security yang menghasilkan kerukunan semu di satu sisi da demi pendekatan tadi mak harus ditonjolkn sisi negative yang berpotensi menjadi sumber konflik, namun justeru konflik tersebut yang menjadi kenyataan.
Entah ada scenario atau hanya kebetulan, namun ada dugaan bahwa isu SARA dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang inginindonesia tentram dan ama. Mereka itulah yang kemudian memperoleh gelar “Provokator”. Samapai kini provokator itu masih bergentayangan. Bagaimana bisa/ kitakan mepunyai banyak agent intelegensi? Dimana me5reka dan bagaimana tanggungjawab mereka? Sedangkan pejabat dan elit politik hanya senang dengan pernyataan,m belum ada tindakan nyata untuk menangkaap provokator itu. Dan kerusuhanpun masih saja menghiasai kehidupan di Indoneis dari suatu daerah kedaerah lain. Terlabih lagi masalah agama merupakan hal yang paling rawan untuk dijadikan penyebab konflik oleh padara provokator.
Kini harus ada aturan main yang jelas : inilah PR bagi par legislator. Kemudian harus aada tindakan tegas dan adil : inilah PR bagi para eksekutif khususnya Polri dan TNI tentu saja dibawah kepemimpinan presiden dan wakil presiden. Tindakan ini yang perlu dilakukankan bukan hanya sekedar janji atau pernyataan. Apalagi yang terjadi justeru saling mengkritik, menghujat, menjegal, dan encoba salling menjungkal serta perang pernyataan diatara elit politik.
Disamping tindakan tegas dari pemerintah, pendidikan mengenai SARA juga tidak kalah pentingnya dalam memahami SARA,sehingga dengan pahamnya masyarakat dengan SARA mereka tidak akan mudah terprovokasi. Dengan demikian masyarakat akan akan menjadi lebih memahami etika sosial dan mampu hidup berdampingan dalam ke-Bhinneka-an.
Dalam mengarungi kehidupan masyarakat di era refomasi ini, adalah menjadi tugas pemuka agama, dan guru disekolah untuk memikirkan, memahami, dan menghayati diri dan institusi untuk sebuah kehidupan yang plural tadi.
Ini juga akan mengandung pengertian adanya keharusan mamahami ulang (reinterprestasi) terhadap dktrin agama, jika selama ii ada pemahaman yang sempit., yang tidak siap unruk mengarungi kehidupan plural tadi. Artinya tidak lagi pada tempatnya jika masih ada anggapan bahwa agama lain merupaka musuh[27].
Agama lain harus diletakkan sebagai tetangga, kalau dulu ada pemikiran kerukunan antar umat beragama, kita perlu ditegaskan adanya kerukunan agama-agama. Hanya saja perlu dicatat bahwa kerukunan tidak sama dengan campur aduk (mix)
Sebagaimana diuraikan diatas SARA adalah relitas di tengah-tengah masyarakat kita yang tidak dihindari. Pada dasarnya SARA adalah netral dan tidak berkonotasi negative. Bahkan SARA mengandung konotasi positif yang dapat saling memberi san saling meminta (Gave and take). Hanya ada satu aspek yang tidak dapat dicampur adukkan dalam masalah SARA yaitu agama atau keyakinan.
Walaupun SARA tidak mempunyai konotasi negative tetapi sering kali terjadi perselisihan dalam masyarakat yang dipicu oleh SARA. Disinilah peran pendidikan dalam masyarakat memberikan pengertian seluas-lusnya tentang arti pentinya persaudaraan dan persatuan dan sekaligus mengajarkan masyarakat untuk memahami dan menghayati etika sosial yang ada. Dengan memahami etika sosial tersebut dengan baik tentu saja tidak akan terjadi lagi perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat
Kemudian timbul sebuah pertanyaan, apabila SARA telah berada pada posisi yang netral, lalu apa yang harus kita lakukan terutama terhadap anak didik? Tentu jawabannya adalah memahaminya secara netral dan benar dalam pendidikan. Lebih jauh lagi sebagai tindak lanjutnya adalah bagiman dalam sisstem pendidikan kita mampu mengajarkan nilai-nilai etika yang mampu memahami SARA sebagai potensi positif. Setidaknya d ua nilai moral yang biasa disebut dengan the great moral values (nilai-nilai moral agung), yakni respek dan tanggung jawab, harus diajarkan dan dipraktekkan sejak di bangku sekolah hingga ditengah-tengah masyarakat.
Respek merupakan salah satu etika sosial yang perlu dikembangkan dalam memahami SARA, karena respek berarti menghargai, atau menghormati. Respek mencakup tiga bentuk yaitu [28]:
- Respek terhadap dirinya sendiri, yaitu mengharuskan kita untuk memelihara kehidupan sebagai mewarisi budaya. Oleh karena itu, kita harus menghindari tindakan destruktif atau tindakan-tindakan yang menjadikan kerusakan, terhadap diri kita sendiri. Dalam bahasa agama kita mempunyai istilah hifz al –nafs (memelihara jiwa/diri) dalam Al-Qur’an jelas disebutkan bahwa kita dilarang menjatuhkan diri kita kedalam kerusakan (antara lain QS. Al-Baqarah : 195)
- Respek terhadap orang, mengharuskan kita memperlakukan orang lain sebagai manusia yang mempunyai harga diri (dignity) dan hak asasi yang sama dengan kita. Agama kita jelas seklai mengajarkan demikian. Kita tdak boleh meremehkan orang lain, apalagi menyakiti orang lain.
- Respek terhdap seluruh kehidupan mengajarkan kepada kita agar menyayangi binatang, menjaga lingkungan menghargai milik orang lain dan sebagainya.
Dari ketiga bentuk respek yang telah disebutkan hendaknya dimiliki oleh setiap individu agar tidak terjadi lagi benturan-benturan dalam kehidupan sosial. Kemudian aspek yang penting setelah respek adalah tanggungjawab biasnya secara bahasa diartikan sebagai ability to responsed , yakni kemampuan untuk memberikan respon. Hal ini diwujudkan dengan memberi perhatian terhadap orang lain, sampai dengan menjawab kebutuhan mereka. Tanggung jawab ini merupakan lanjutan dari respek. Jika kita respek terhadap orang lain berarti ita memberi “nilai” atau “harga” kepada mereka (tidak mengangap mereka sampah apalagi musuh. Kalau kita menganggap orang lain bernilai maka kita harus bertanggungjawab terhadap keselamatan mereka. Sehingga dapat disimpulkan bahwa respek dan tanggungjawab merupakan etika sosial yang saling berhubungan.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani, dan jasmani. Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-cita (tujuan pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan). Lembaga pendidikan ini meliputi : keluarga, sekolah dan masyarakat
Adapun tujuan dari Pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Dengan mengikuti kegiatan pendidikan diharapkan masyarakat dapat mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Salah satunya yaitu berakhlak mulia. Berakhlak mulia ini bisa dikatankan memiliki etika yang baik, karena etika itu adalah segala soal kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia semuanya. Teristimewa yang mengenai gerak –gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuan yang dapat merupakan perbuatan
Etika sosial adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan dalam kehidupan manusia didalam masyarakat. Etika sosial memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalankan hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Berarti etika sosial membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup di dalam masyarakat (kehidupan sosial).
Yang termasuk fakor-faktor penting dalam etika adalah:
- Hubungan timbal balik antara individu dan masyarakat
- Faktor Suara Hati
- Hal kebebasan dalam perbuatan manusia
- Hal Kebahagiaan
Etika sosial sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat oleh karena itu pendidikan harus mampu menjadikan manusia memahami dan menghayati etika sosial dalam masyarakat. Namun praktek etika atau budi pekerti tidak cukup hanya diberikan sebagai pelajaran yang konsekuensinya hafalan atau lulus dalam ujian tertulis. Barangkali akan baik jika mata pelajaran yang biasanya kearah kognitif itu diorentasikan pada pemberian alokasi waktu untuk mengajak anak didik mendiskusikan topik-topik atau bagian-bagian dari apa yang disebut dengan etika.
Sedangkan prakteknya harus diukur dari kehidupan keseharian. Kelulusan anak didik tidak cukup hanya dengan mengantongi nilai kategori lulus ujian tertulis mata pelajaran budi pekerti, namun harus dilihat kepribadian dan tingkah lakunya dalam kehidupan dilingkungan sosial. Mengajak anak didik untuk berdiskusi menganai topic-topi moral memang lebih baik dari pada mendikte anak didk untuk menghapal beberapa ungkapan bijak atau daftar kalimat-kaimat indah.
Jadi untuk menjaga ketentraman dan kedamaian dalam keberagaman masyarakat Indonesia, hal yang sangat diperlukan adalah pemahaman dan pengahayatan setiap individu tentang etika sosial. Pemahaman dan penghayatan itu didapat melalui pendidikan, baik lembaga pendidikan formal maupun non-formal.
Daftar Bacaan:
[1] Tim Penyusun Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka) edisi II, hlm. 232
[2] Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan dengan Pendidikan baru (Bandung : Rosda Karya) 2004, hlm. 3
[3] Hermanto.2003.Siapkan SDM Menghadapi Era Global. Bogor.
[4] Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya : Usaha Nasional) 1988, hlm. 3
[5] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta : Bina Aksara) 1991, hlm.
[6] Drs wasty Soemato & Drs Hendyat Soetopo. 1982. Dasar & teori pendidikan dunia tantangan bagi para pemimpin pendidikan. Surabaya.Usaha Nasiona hal 8-9.
[8] Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, hal. 3
[9] Tim Dosen FIP – IKIP MALANG.. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. (Surabaya: Usaha Nasional) 1980, hal 79-92.
[10] Tim Dosen FIP–IKIP Malang, Op.cit. 14 -16
[11] Prof. Dr. Hasbullah Bakry, SH., SistematikaFilsafat (Jakarta : Widjaja) Cet. VIII, 1986, Hlm. 70
[12] Rosady Ruslan, Etika Kehumasan “Konsepsi dan Aplikasi”( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 2001, hlm. 29
[13] Rosady Ruslan,Ibid. hlm.30
[14] Sumaryono, E, Etika Profesi hukum: Norma-Norma bagi Penegak Hukum, (Penerbit Kanisius, Yogyakarta) 1995, hlm.3
[15] Magnis Suseno, Franz , Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Etika Dasar) (Yogyakarta: Kanisius) ,1987
[16] Drs. H. Burhanuddin Salam, Etika Sosial “Asas Moral dalam kehidupan manusia” (Bandung : Rineka Cipta) 1986, hlm. 1
[17] Rosady Ruslan , Opcit.hlm. 30
[19] Hasbullah Bakry, SH., SistematikaFilsafat (Jakarta : Widjaja) Cet. VIII, 1986, Hlm. 73-89
[20] Magnis Suseno, Franz , Etika Politik, Prinsip-prinsip Morasl Dasar Kenegaraan Modern( Jakarta: Gramedia ) ,1987, hal. 43
[22] Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta, hal. 155
[23] Gunawan, Ary. 1996. Administrasi Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm.
[24] Endang Mulyasa,. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) 2007, hlm. 50
[25] A. Qodri A. Azizy, M.A, Pendidikan(Agama) Untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan : Pandai dan Bermanfaat), ( Semarang : Aneka Ilmu) 2002, hlm. 107
[26] Zakiah Daradjat,Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia. (Jakarta : Bulan Bintang) Cet. IV, 1997, hlm. 58
[27] Azizy, A. Qodri, Islam dan Permasalahan Sosial, (Yogyakarta : LKiS) 2000, hal. 145
[28] A. Qodri A. Azizy, Op.Cit. hal. 121-122
Tidak ada komentar:
Posting Komentar