ANALISIS FILOSOFIS LINGKUNGAN SEKOLAH IDEAL DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT
PENDIDIKAN
Lingkungan yang nyaman dan mendukung terselenggaranya
suatu pendidikan amat dibutuhkan dan turut berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam
literatur pendidikan, lingkungan biasanya disamakan dengan institusi atau
lembaga pendidikan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang apa dan bagaimana
hakikat lingkungan sekolah ideal, maka perlu dilakukan kajian yang komprehensif
dan mendalam tentang lingkungan tersebut dalam perspektif filsafat pendidikan.
Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan sangat berperan
dalam penciptaan sekolah ideal, sebab lingkungan yang juga dikenal dengan
institusi, itu merupakan tempat terjadinya proses pendidikan. Secara umum
lingkungan tersebut dapat dilihat dari tiga hal, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
contohnya yaitu keluarga yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan pembentukannya sehingga ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya sekolah dalam mendidik anaknya secara profesional sehingga orang tua harus memilih pula sekolah yang baik dan turut berpartisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut.
contohnya yaitu keluarga yang ideal dalam perspektif Islam adalah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Profil keluarga semacam ini sangat diperlukan pembentukannya sehingga ia mampu mendidik anak-anaknya sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Kemudian orang tua harus menyadari pentingnya sekolah dalam mendidik anaknya secara profesional sehingga orang tua harus memilih pula sekolah yang baik dan turut berpartisipasi dalam peningkatan sekolah tersebut.
Sementara
sekolah juga berperan penting dalam proses pendidikan. Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal yang pada hakikatnya sebagai institusi yang menyandang amanah
dari orang tua dan masyarakat, harus menyelenggarakan pendidikan yang
profersional sesuai dengan prinsip-prinsip dan karakteristik pendidikan yang
sudah ada. Sekolah harus mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian
bagi peserta didiknya sesuai dengan kemampuan peserta didik itu sendiri.[1]
Begitu
pula masyarakat, dituntut perannya dalam menciptakan tatanan masyarakat yang
nyaman dan peduli terhadap pendidikan. Masyarakat diharapkan terlibat aktif
dalam peningkatan kualitas pendidikan yang ada di sekitarnya. Selanjutnya,
ketiga lingkungan pendidikan tersebut harus saling bekerja sama secara harmonis
sehingga terbentuklah pendidikan terpadu yang diikat dengan aturan pendidikan.
PERAN KEPALA SEKOLAH YANG IDEAL
Manusia lahir di dunia fana
ini semuanya dalam keadaan fitrah ibarat kertas yang masih putih yang belum ada
tulisannya. Kemudian turun iqro atau perintah membaca, yang sebernarnya perlu
ditafsirkan dengan pikiran filosofis, sehingga tidak diartikan dengan makna
membaca melainkan merenung, memahami, mengaktualisasikannya.
Dengan diturunkannya manusia
ke bumi adalah sebagai khalifah (pemimpin). Suatu keniscayaan, apabila seorang
pemimpin adalah orang yang bodoh atau dengan kata lain tidak berilmu, kemudian
Allah juga membekali manusia dengan ilmu pengetahuan. Allah mengajarkan nama-nama
benda kepada manusia yang dengan cerdas manusia bisa memahami benda-benda yang
diajarkan.
Peran kepala sekolah dalam memimpin sekolah menjadi sangat penting
terutama dalam menentukan arah dan kebijakan pendidikan yang di bangun. Sebagai
pemimpin tunggal, kepala sekolah merupakan salah satu faktor penentu yang dapat
mendorong sekolah mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran melalui berbagai
program yang dilaksanakan secara terencana. Oleh karena itu, kepala sekolah
harus memiliki kemampuan menajemen dan kepemimpinan yang tangguh, sehingga
diharapkan dapat mengambil keputusan secara cepat, di samping memiliki sikap
prakarsa yang tinggi dalam meningkatkan mutu pendidikannya.
Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah selayaknya mampu memobilisasi
atau memberdayakan semua potensi dan sumber daya yang dimiliki, terkait dengan
berbagai program, proses, evaluasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran di
sekolah/di industri, pengolahan tenaga kependidikan, sarana prasarana,
pelayanan terhadap siswa, hubungan dengan masyarakat, sampai pada penciptaan
iklim sekolah yang kondusip. Semua ini akan terlaksana manakala kepala sekolah
memiliki kemapuan untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan di sekolah, yaitu untuk bekerjasama dalam mewujudkan tujuan
sekolah.
Sekolah merupakan
bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan
memberi pelajaran.[2] Sekolah
dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah. Kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala
sekolah.Jumlah wakil kepala sekolah di setiap sekolah berbeda, tergantung
dengan kebutuhannya.Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah
yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana
dalam suatu sekolah mempunyai peran penting dalam terlaksananya proses
pendidikan.
PENGEMBANGAN KOMPONEN BELAJAR YANG IDEAL
Pandangan tentang belajar akan mendasari kurikulum yang
akan dilaksanakan. Kurikulum pada hakikatnya merupakan suatu program belajar
yang dengan sengaja dan berencana untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
hubungan itu ada beberapa prinsip belajar yang dapat kita jadikan pegangan,
yakni:
- Belajar senantiasa bertujuan.
- Belajar berdasarkan kebutuhan dan motivasi siswa.
- Belajar berarti mengorganisasi pengalaman
- Belajar memerlukan pemahaman.
- Belajar bersifat keseluruhan (utuh atau umum), di samping khusus.
- Belajar memerlukan ulangan dan latihan.
- Belajar memperhatikan perbedaan individual.
- Belajar harus bersifat kontinu (ajeg).
- Dalam proses belajar senantiasa terdapat hambatan-hambatan.
- Hasil belajar adalah dalam bentuk perubahan perilaku siswa secara menyeluruh.[3]
Prinsip-prinsip belajar tersebut umumnya telah
menjadi kesimpulan semua ahli psikologi belajar. Karena itu prinsip-prinsip ini
perlu dipertimbangkan dalam perencanan kurikulum.
PENGEMBANGAN KOMPONEN SISWA YANG IDEAL
Proses perencanaan kurikulum
senantiasa mempertimbangkan sikap yang akan menerima kurikulum itu. Berhasil
tidaknya suatu kurikulum banyak tergantung pada kesesuaian isi kurikulum dan
pihak yang menyerapnya. Pengakuan pendidik terhadap anak sebagai individu yang
sedang berkembang, yang memiliki potensi untuk berkembang, yang berbeda satu
sama lainnya secara individual, yang mampu bereaksi dan berinteraksi, yang
mampu menerima, yang kreatif, dan berusaha menemukan sendiri, semuanya menjadi
bahan pertimbangan dalam menyusun kurikulum.
Pandangan tentang siswa juga
sangat berpengaruh terhadap penentuan strategi instruksional di kelas. Bahkan
patut pula diperhatikan, bahwa antara siswa satu sama lainnya dalam kelompok/kelas
yang sama sudah tentu berbeda-beda, baik secara horizontal maupun secara
vertikal. Kenyataan ini membawa implikasi yang jauh terhadap pembinaan dan
pengembangan kurikulum dan strategi belajar-mengajar.
PENGEMBANGAN KOMPONEN KEMASYARAKATAN YANG IDEAL
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian
penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan
yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa
individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal
di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat memiliki
tanggung jawab dalam mendidik generasi muda tersebut.
Sekolah yang ideal harus mempertimbangkan masyarakat dalam semua aspek,
sesuai dengan sistem kepercayaan, sistem nilai, sistem kebutuhan yang terpadu
dalam masyarakat. Kurikulum harus sejalan dengan tuntutan dalam pembangunan.
Kurikulum harus memberikan andilnya dalam membentuk tenaga pembangunan yang
kreatif, kritis dan inovatif, yang terampil dan produktif.
Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan, tuntutan, masalah, aspirasi
masyarakat, sebaiknya dilakukan survei dokumenter dan lapangan. Kita dapat
memperoleh gambaran tentang aspirasi masyarakat yang sedang berkembang dewasa
ini dan lingkungan tertentu seperti: keluarga, masyarakat desa, masyarakat
kota, kelompok-kelompok sosial tertentu, dan jika perlu dapat pula diperoleh
dari kelompok masyarakat yang tergolong sektor “informal” (tuna karya, tuna
wisma, tuna susila, dan sebagainya).
PENGEMBANGAN KOMPONEN ORGANISASI MATERI KURIKULUM YANG IDEAL
Kurikulum yang ideal
adalah kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal adalah kurikulum
yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman. Kurikulum menekankan pada
aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Pembinaan kepribadian
merupakan kajian utama kurikulum. Materi program berupa kegiatan yang dirancang
untuk meningkatkan self-esteem, motivasi berprestasi, kemampuan pemecahan
masalah perumusan tujuan, perencanaan, efektifitas, hubungan antar pribadi,
keterampilan berkomunikasi, keefektifan lintas budaya, dan perilaku yang
bertanggung jawab.
Materi/isi kurikulum
yang disusun adalah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, bahwa
kurikulum yang direncanakan itu seharusnya mengikuti pola organisasi tertentu
dengan kriteria kurikulum yang dapat dijadikan pedoman, yakni:
- Kriteria dalam hubungan dengan tujuan pendidikan.
- Kriteria sehubungan dengan sifat siswa.
- Kriteria yang bertalian dengan proses pendidikan.[4]
Bentuk organisasi
kurikulum yang akan dipergunakan juga hendaknya memperhatikan beberapa faktor,
yakni: urutan bahan pelajaran, ruang lingkup dan penempatan bahan pelajaran.
Kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran, urutan bahan, ruang lingkup dan
penempatannya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran
tersebut.
Kurikulum yang
berkorelasi umumnya tersusun dalam bentuk bidang studi (broadfield) urutan
pokok bahasan didukung oleh sejumlah bahan dari mata pelajaran yang tercakup
dalam bidang studi tersebut.
Kurikulum terintegrasi
pada unit-unit pengajaran, yang masing-masing unit didukung oleh sejumlah mata
pelajaran atau bidang studi. Tiap unit merupakan suatu masalah yang luas dan
perlu dipecahkan, dan pemecahannya membutuhkan bahan dari setiap bidang studi.
Itu sebabnya, urutan bahan, ruang lingkup dan penempatan bahan untuk setiap
unit harus dirancang berdasarkan kebutuhan unit dan sistem instruksional yang
dilaksanakan. Dengan demikian,
masing-masing bentuk kurikulum tersebut harus memperhatikan karakteristik
materi yang terkandung pada unsur-unsur pendukungnya.
Menurut Marheim yang dikutip
Sanapiah pendidikan merupan seuatu proses yang dinamik yang senantiasa
memperhatikan pengalaman-pengalaman sosial maupun personal, oleh karenanya
menuntut analisis, seleksi, refleksi, dan evaluasi yang secara bersama-sama
untuk memberikan sejumlah pengetahuan agar bisa lebih
memahami totalitas dunia semua makhluk adalah belajar sepanjang hayatnya (long
life education). hewan juga belajar, akan tetapi manusia belajar
melalui akal dan pikirannya. Hal inilah yang membedakan antara manusia dengan
makhluk yang lainnya. Akhirnya dengan akal pikiran itu, manusia menjadi cerdas
dan thu apa yang belum ia ketahui. Sehingga terciptalah kemajuan ilmu
pengetahuan dan kebahagian dalam kehidupan.
Pendidikan pada umumnya,
memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan
perkembangan intelektual anak. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, pendidikan
senantiasa mengalami pengkajian ulang dan pembaharuan untuk mencari bentuknya
yang paling ideal. Pembaruan dan pengembangan disesuaikan dengan melihat
kesesuaiannya dengan hakikat pendidikan itu sendiri dan perkembangan anak.
Penyesuaian ini tentu saja akan membawa sains dalam praktek pendidikan
(pembelajaran) di lingkungan pendidikan formal (sekolah) untuk mengembangkan
pendidikan.
Mayoritas penduduk Indonesia
adalah penduduk menegah ke bawah dan petani kecil. Kebanyakan dari mereka
adalah tuna aksara. Banyak diantara mereka yang masuk sekolah dasar
tetapi tidak sampai tamat; kebanyakan cepat putus sekolah atau gagal mengikuti
pelajaran secara teratur. Sedangkan selama ini pendidikan yang diadakan di
Indonesia adalah bukanlah dari formulasi pendidikan sejati. Artinya adalah
masyarakat kalangan bawah belum tersentuh oleh pendidikan yang berbasis
pemerataan (educatian for al and all for educationl).
Lebih-lebih sekarang ini banyak tumbuh sekolah-sekolah favorit, sekolah unggul,
pakaian seragam yang itu semua sebenarnya adalah pelabelan terhadap kelas atas. Apakah pendidikan di Indonesia hanya untuk
mengakui kelas sosial saja? Dan apakah masyarakat kalangan bawah yang hidup di
kolong-kolong jembatan misalkan tidak bisa mengikuti sekolah di sekolah-sekolah
favorit? Padahal banyak diantara mereka secara akademik mampu bersaing dengan
yang lain.
Pendidikan yang kita selama
ini sebenarnya adalah hanya transfer ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada
siswanya. Hal ini didasari dengan banyaknya guru yang hanya berorientasi pada
target (goal oriented) tanpa adanya proses mendidik yang baik
kepada anak didiknya. Perbedaan antara pendidikan dan pengajaran. Pendidikan
mencakup masalah bagaimana mengembangkan anak didik sebagai manusia individu
sekaligus warga masyarakat, sementara pengajaran adalah hanya bagian dari
kegiatan pendidikan.
Padahal tujuan pendidikan yang
sangat dasar dan elementer adalah:
(1) mengembangkan semua bakat dan kemampuan
seseorang, baik yang masih anak, maupun yang sudah dewasa, sehingga
perkembangannya mencapai tingkat optimum dalam batas hakikat orang tadi
(2) menempatkan bangsa Indonesia pada tempat
terhormat dalam pergaulan antar bangsa sedunia.
Maka pendidikan harus diorganisir sesuai dengan prinsip pendidikan yang murni (the
true principles of education).[5]
Pendidikan yang humanis yang
paling menentukan dalam hal ini adalah bagaimana seorang pengajar mampu
mengajarkan ilmu sebagai suatu ilmu empiris kepada anak didiknya, selain itu
pengajar juga harus memiliki empati. Tanpa empati, pengajar tidak bisa mengajar
dengan bergairah, syarat mutlak yang harus dimiliki seorang pengajar agar
pelajar terbuka mata budinya terhadap keindahan ilmu pengetahuan (pendidikan).
Perbaikan pendidikan tidak
hanya berarti perbaikan masa depan anak didik, melainkan juga perbaikan bangsa
dan negara Indonesia. Karenanya, sesuai dengan konsepsi long life education
pendidikan harus melaksanakan pembinaan sedini mungkin mulai dari tingkat
dasar. Berhasil tidaknya pendidikan pada akhirnya dinilai masyarakat dalam
kehidupan bermasyarakat.
[2] M.Sc. Sastrawijaya. Tresna, Pengembangan Program
Pengajaran, Rineka Cipta. Jakarta,1991, Hal: 82
[3] Darajat. Zakiah. DR, Pengembangan Kemampuan Belajar pada
Anak-anak, Bulan Bintang, Jakarta,1980, Hal:35
[5] M.A. Nasution. S. Dr. Prof, Berbagai Pendekatan dalam
Proses Belajar dan Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta,1982, Hal:8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar