Ketika peserta didik
dihadapkan dengan suatu hal yang baru dan sungguh bertentangan dengan hal yang
sebelumnya, ia akan menyusun suatu pemahaman yang berbeda untuk mengakomodasi
pengalaman barunya atau mengabaikan dan mempertahankan informasi dan
pemahamannya. Dalam hal ini pengetahuan atau pemahaman tidak saja datang dari
subjek atau objek semata, namun dari keduanya. (piaget dan Inhelder dalam,
santyasa 2005).
Kemapuan koginitif anak
sangat berperan dalam proses pemahaman ini atau proses konstruksi ini. Praktek
pembelajaran konstruktifistik membantu pembelajaran untuk menginternalkan
membentuk kembali, atau menstransformasi informasi baru (santyasa,2005).
Menurut, Sushkin, N menyatakan
bahwa teori Konstruktivisme menekanan kepada pelajar lebih daripada guru. Ini
adalah karena pelajarilah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa serta
memperoleh pehaman tentang bahan dan peristiwa tersebut.
Dalam
sebuah paradigma pembelajaran, guru atau pun pendidik menyajikan persoalan dan
mendorong (encourage) siswa atau peserta didik untuk mengidentifikasi,
mengeksplorasi, berhipotesis, berkonjektur, menggeneralisasi, dan inkuiri
dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan.
Sehingga, proses pembelajaran tidaklagi berfokus pada pendidik, namun proses
yang dihadapi oleh peserta didik itu sendiri. Mereka membangun pengetahuannya
sendiri. Atau dengan kata lain lewat eksplorasi pikiran kebutuhan belajar
mereka terfasilitasi.
Agar konstruktivisme
ini dapat terlaksana secara optimal, Confrey (1990) (dalam, Dina Gasong)
menyarankan konstruksivisme secara utuh (powerfull
constructivism), yaitu: konsistensi internal, keterpaduan, kekonvergenan,
refeleksi-eksplanasi, kontinuitas historical, simbolisasi, koherensi, tindak
lanjut, justifikasi, dan sintaks (SOP).
Adanya perubahan dan
pandangan mengenai konstruktivisme mensyaratkan adanya tuntutan untuk
terjadinya proses pemberdayaan diri dan mengenmbangkan potensi-potensi peserta
didik secara holistic melalui proses pembelajaran. Kajian mendalam mengenai
paradigma konstruktivismme merupakan suatu tuntutan yang baru di tengah
terjadinya perubahan besar dalam memaknai proses pendidikan dan pembelajaran.
Pada masa sebelumnya, paradigma pembelajaran masih bertumpu pada peran guru,
fasilitator, insstruktur, yang demikian besar pada pemberdayaan peserta didik
dalam mengambil sebuah inisiatif, dan partisipasi dalam kegiatan belajar.
Berkembangnya konstruktivisme tidak terlepas dari berubahnya pandangan yang
menempatkan pengetahuan sebagai representasi kenyataan dunia yang terlepas dari
pengamat.
Konstruktivisme
memandang bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam upaya
menemukan pengetahuan konsep kesimpulan dan bukan merupakan kegiatan mekanistik
untuk mengumpulkan informasi atau fakta semata. (Aunurrahman, 2009)
Persepektif ini
mensyaratkan bahwa peserta didik bertanggung jawab terhadap pembelajarannya,
menjadi pemikir yang otonom, pengembang konsep terintergrasi, mengembangkan
pertanyaan yang menantang, menemukan jawabannya secara mandiri. Jika dikaji
secara lebih mendalam, konstruktivisme bukanlah sebuah teori baru. Namun
eksistensinya, mendasari teori-teori belajar yang ada.
Pandangan Pembelajaran
konstruktivisme berbeda dengan pembelajaran konvensional atau tradisional:
Dimensi
|
Pembelajaran Tradisional
|
Pembelajaran
Konstruktivisme
|
||||||||||||||||
Ruang Lingkup Pembelajaran
|
Disajikan secara terpisah, bagian per bagian
dengan penekanan pada pencapaian ketrampilan dasar
|
Disajikan secara utuh dengan penjelasan
tentang keterkaitan antar bagian, dengan penekanan pada konsep-konsep utama
|
||||||||||||||||
Kurikulum
|
Harus dikuti sampai habis
|
Pertanyaan dan konstruksi jawaban siswa
adalah penting
|
||||||||||||||||
Kegiatan pembelajaran
|
Berdasarkan buku teks yang sudah ditemukan
|
Berdasarkan beragam informasi primer dan
materi-materi yang dapat dimanipulasi langsung oleh siswa
|
||||||||||||||||
|
Dilihat sebagai sumber kosong “blank
mind”tempat ditumpahkannya semua pengetahuan dari guru
|
Siswa dilihat sebagai pemikir yang mampu
menghasilkan teori tentang dunia dan kehidupan
|
||||||||||||||||
Implementasi
|
Guru mengajar dan menyebarkan informasi
keilmuan kepada siswa(sumber otoritas
|
Guru bersikap interaktif dalam pembelajaran
menjadi fasilitator dan mediator bagi siswa
|
||||||||||||||||
Guru penanggung jawab utama PBM
|
Pebelajar adalah penanggung jawab
utama
|
|||||||||||||||||
|
Pikiran siswa dipandang sebagai jaringan ide
yang kaya dan bervariasi
|
|||||||||||||||||
Penyelesaian
masalah pembelajaran
|
Selalu mencari jawaban yang benar untuk
memvalidasi proses belajar siswa
|
Guru mencoba mengerti persepi siswa agar
dapat melihat pola pikir siswa dan apa yang sudah diperoleh siswa untuk
pembelajaran selanjutnya
|
||||||||||||||||
Penilaian proses
pembelajaran (evaluasi)
|
Merupakan bagian
terpisah dari pembelajaran dan dilakukan hampir selalu dalam bentuk tes atau
ujian (replikasi dari apa yang dikerjakan siswa)
|
Merupakan bagian integral dalam pembelajaran,
dilakukan melalui observasi guru terhadap hasil kerja melalui pameran karya
siswa dan fortoofolio
|
||||||||||||||||
Aktivitas
belajar siswa
|
Siswa lebih
banyak belajar sendiri
|
Lebih banyak belajar dalam kelompok
|
||||||||||||||||
Orientasi
pikiran siswa
|
Guru berasumsi bahwa “pengetahuan dapat
dipindahkan secara utuh dari pikiran guru kepikiran siswa”
|
Pengetahuan dibangun dalam pikiran pembelajar
|
||||||||||||||||
Isi
|
Setelah proses pembelajaran di kepala siswa
akan terdapat tiruan atau copy pengetahuan
|
Pikiran siwa dipandang sebagai jaringan ide
yang kaya dan bervariasi dalam arti tak seslalu sama dengan input yang ia
terima
|
||||||||||||||||
|
Proses pembelajaran dimulai dari posisi
pilihan guru, tanpa memperhatikan “prior knowledge” dan miskonsepsi
|
Pengetahuan awal (prior knowlegde) dan
miskonsepsi siswa digunakan sebagai dasar dalam merancang dan
mengimplementasikan program pembelajaran
|
Mencermati
peran keaktifan siswa yang sangat penting di dalam konstruktivisme, namun hal
ini tak sama persis dengan teori behaviorisme. Ada beberapa perbedaan yang
mendasar antara kedua teori ini dalam pembelajaran :
No
|
Behaviorisme
|
Konstruktivisme
|
1
|
Belajar
merupakan aktivitas pengumpulan informasi yang diperkuat oleh lingkungannya
|
Belajar atau
penggalian pengetahuan itu adalah kegiatan aktif siswa meneliti lingkungannya
|
2
|
Pengetahuan itu
statis dan sudah jadi
|
Pengetahuan itu
merupakan “suatu proses menjadi”
|
3
|
Mengajar
merupakan kegiatan mengatur lingkungan agar dapat membantu belajar
|
Mengajar berarti
partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan membuat makna
mempertanyakan kejelasan bersikap kritis serta justifikasi
|
Dalam
setting pembelajaran konstruktivistik, ada beberapa cirri yang mendorong
pemahaman konstruktivis :
a) Mebebaskan
peserta didik belajar dari tujuan dan membiarkan mereka memfokuskan ide-ide
secara mandiri
b) Menempatkan
kemnadirian peserta didik sesuai dengan minatny, membuat hubungan merumuskan
kembali ide-ide, dan menarik kesimpulan sendiri.
c) Sharing
degan siswa atau peserta didik mengenai pentingnya pesan bahwa duni adalah
tempat yang kompleks yang mana pandangan yang multi terdapat, dan kebenaran
swesring merupakan hasil interpretasi
d) Mengakui
bahwa pembelajaran dan proses penilaian harus disesuaikan dengan apa yang
menjadi kreativitas para peserta didik. (Buku ajar belajar dan pembelajaran,
santyasa, 2005)
Pembelajaran
konstruktivistik ini menyediakan peluang terjadinya proses perubahan konseptual
secara optimal. Dalam iklim konstruktivistik, peserta didik memiliki peluang
menggunakan meta kognitifnya untuk berpikir, berkreativitas dan mengevaluasi
diri dalam mengkonstruksi pengetahuan barunya. Jadi yang menjadi focus adalah
proses oleh peserta didik itu sendiri. Oleh glaserfeld dan kitchener (1987),
ada 3 hal mendasar mengenai pemahaman gagasan konstruktivis :
a) Pengetahuan
bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi
kenyataan melalui kegiatan subjek.
b) Subjek
membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk
pengetahuan.
c) Pengetahuan
dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk
pengetahuan dan konsepsi itu berlaku bila berhadapan dengan
pengalaman-pengalaman seseorang. ( Dalam Aunurrahman, 2009)
Hal ini jelas
mensyaratkan bahwa konstruktivisme sebagai teori pembelajaran memberi pemahaman
akan pennggapaian pengetahuan itu seperti apa, bagaimana dan dimana haus
dimulai. Dalam perspektif atau paradigma konstruktivisme juga dijelaskan dan
didasari pada 3 fokus belajar yaitu
1. Proses
Dalam proses
pembelajaran, menurut pandangan konstruktivisme pengetahuan awal dari peserta
didik (prior knowlegde) dan miskonsepsi-miskonsepsinya digunakan sebagai dasar
dalam merancang serta mengimplementasikan program pembelajaran, dalam arti
bahwa dalam proses pendidikan yang berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih
berfokus pada upaya bagaimana membantu para siswa melakukan revolusi kognitif.
2. Transfer belajar
Pengetahuan dalam
proses pembelajaran, tidak dapat dipindahkan begitu saja secara utuh dari guru
ke peserta didik. Transfer yang terjadi adalah uru sebagai mediatar dan
fasilitator yang memberi kontribusi mendorong peserta didik dalam menemukan
kunci permasalahannya secara mandiri.
3.
How to learn
Bagaimana belajar (how to learn) memiliki nilai
yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learn).
Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan memberdayakan
keterampilan berpikir siswa. (Santyasa, 2003). Focus yang berdasar pada tiga
hal ini adalah bahan yang unggul dalam membangun pengetahuan atau mengkonstruct
pengetahuan dari siswa berdasar pengalamannya.Sumber Bacaan:
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta
Gasong, Dina. Model Pembelajaran
Konstruktivistik Sebagai Alternative Mengatasi Masalah Belajaran.
Http://Www.Scribd.Com
Santyasa, Iwayan. 2005. Belajar Dan
Pembelajaran. Singaraja : Undiksha Aunurrahman. 2009. Belajar Dan Pembelajaran.
Pontianak : Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar